Rakyat Kecil dan Kekuasaan yang Tak Pernah Ramah

- Pewarta

Rabu, 23 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Boy Paku Mas


Rakyat kecil selalu menjadi tumpuan bangsa, namun justru paling sering ditinggalkan. Dari zaman kerajaan, penjajahan, hingga republik yang katanya merdeka, mereka selalu dipaksa berkorban—membayar upeti, pajak, dan pungutan demi pembangunan yang tak pernah sepenuhnya mereka nikmati.

Negara berdiri atas nama rakyat. Tapi dalam kenyataannya, yang menikmati hasilnya adalah segelintir elite. Para “wakil rakyat” hidup dalam kemewahan; rumah besar, mobil pelat merah, fasilitas istimewa. Sementara itu, rakyat antre bantuan, berebut beras murah, dan bertahan hidup dari hari ke hari.

Dalam Islam, tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat sangat jelas. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian atas rakyat…” (HR. Bukhari). Sayyidina Umar bin Khattab bahkan berkata, “Jika seekor keledai terperosok di Baghdad, aku takut Allah akan menegurku.” Pemimpin sejati tak pernah lepas dari penderitaan rakyatnya.

Namun hari ini, kita lebih sering menyaksikan pemimpin yang abai. Keadilan sering dikalahkan oleh proyek. Amanah dikompromikan demi kekuasaan. Bahkan untuk sekadar buang air di kota pun rakyat harus membayar. Apakah ini wajah republik yang dulu diperjuangkan dengan darah dan nyawa?

Bung Hatta pernah berpesan: “Indonesia merdeka bukan untuk segelintir orang yang hidup mewah, tetapi untuk seluruh rakyat yang dahulu dijajah dan menderita.” Tapi hari ini, penjajahan seolah berganti rupa: dulu oleh bangsa asing, kini oleh kebijakan yang tak berpihak.

Kita membutuhkan keberpihakan nyata. Rakyat kecil tak menuntut istana, cukup keadilan dan kesempatan hidup yang layak. Negara harus hadir saat mereka lapar, sakit, dan terhimpit. Jika tidak, ketimpangan yang terus dibiarkan bisa menjadi bibit kehancuran.

KH. Hasyim Asy’ari mengingatkan, “Negeri akan sejahtera jika pemimpinnya jujur, ulamanya lurus, dan rakyat diberi ruang untuk hidup layak.” Kini saatnya pesan itu dihidupkan kembali—bukan hanya di mimbar, tetapi dalam kebijakan nyata.

Penulis:  Pemerhati Sosial

Berita Terkait

Etika dan Moral dalam Dinamika Jabatan
Menjaga Warisan Leluhur: Peran Kesultanan dalam Kedaulatan Nusantara
Korupsi Sistematis Tak Mungkin Sendirian: Jangan Jadikan AG Kambing Hitam
Peran PGRI Dipertanyakan Saat Guru Terjerat Hukum
Nikah Siri Berpotensi Pidana, Pejabat Politik Bisa Diberhentikan
UU ITE Mengintai: Waspadai Konten dan Laporan Palsu
Pesta Pora 100 Hari: Kemewahan di Tengah Kemiskinan Ekstrem Kuningan
Mutasi Bocor Dan Lemahnya Kepemimpinan Bupati Kuningan

Berita Terkait

Kamis, 24 Juli 2025 - 14:36

Etika dan Moral dalam Dinamika Jabatan

Rabu, 23 Juli 2025 - 22:40

Rakyat Kecil dan Kekuasaan yang Tak Pernah Ramah

Sabtu, 19 Juli 2025 - 13:51

Korupsi Sistematis Tak Mungkin Sendirian: Jangan Jadikan AG Kambing Hitam

Kamis, 17 Juli 2025 - 15:05

Peran PGRI Dipertanyakan Saat Guru Terjerat Hukum

Selasa, 24 Juni 2025 - 16:16

Nikah Siri Berpotensi Pidana, Pejabat Politik Bisa Diberhentikan

Berita Terbaru

OPINI

Etika dan Moral dalam Dinamika Jabatan

Kamis, 24 Jul 2025 - 14:36