Kontroversinews.com | Dalam perjalanan sejarah, Nusantara sejatinya telah memiliki bentuk negara sejak lama, jauh sebelum Republik Indonesia berdiri pada 18 Agustus 1945. Kerajaan dan Kesultanan yang ada di berbagai wilayah Nusantara telah eksis dan tetap merdeka hingga hari ini. Tidak ada satu negara penjajah pun yang secara sah pernah menyatakan kemerdekaannya di atas tanah Nusantara, karena memang Nusantara adalah tanah yang telah merdeka dari awal.
Negara Indonesia awalnya merupakan wujud dari semangat perjuangan pemuda-pemudi Nusantara yang kemudian disepakati menjadi bentuk negara modern bernama Republik Indonesia. Negara ini berdiri bukan sebagai penjajah, melainkan sebagai mitra yang hadir di tengah keberlangsungan kerajaan-kerajaan dan kesultanan yang sudah lebih dahulu ada.
Karena itu, hingga saat ini sesungguhnya kita masih hidup dalam sistem “negara di dalam negara” yang berjalan berdampingan dengan fungsi berbeda. Contohnya adalah Indonesia yang berada dalam wilayah Kesultanan Cirebon, Kesultanan Ternate, Kesultanan Jambi, Kesultanan Samudera Pasai, Kerajaan Kutai, Kerajaan Gowa, Kerajaan Luwu, Kesultanan Banten, Kerajaan Bali, Kesultanan Yogyakarta, dan lain-lain. Mereka tetap eksis dan memiliki peran penting dalam sejarah, budaya, dan struktur sosial Nusantara.
Sudah semestinya, pengelolaan Nusantara dibangun atas dasar sinergi dan pengakuan dua pilar penting. Negara Republik Indonesia bertugas menyelenggarakan urusan administrasi negara seperti perpajakan, investasi, tata kelola ruang, kependudukan, stabilitas nasional, dan hubungan internasional. Sementara itu, kerajaan dan kesultanan Nusantara bertugas membina ekonomi kerakyatan di wilayah adatnya masing-masing, melindungi masyarakat adat, menjaga tanah ulayat, serta menjadi mitra strategis dalam menjaga kedaulatan dan keharmonisan bangsa.
Peran dan kapasitas para Raja dan Sultan sebagai pemimpin adat seharusnya dijalankan secara aktif di wilayah teritorial masing-masing, dengan tetap bersinergi bersama pemerintah pusat demi mencapai tujuan bersama: kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Nusantara.
Landasan hukum yang mengakui eksistensi tanah ulayat dan hak-hak kesultanan tercantum jelas dalam berbagai regulasi negara, di antaranya UUD 1945 Pasal 18B ayat (2), UUPA No. 5 Tahun 1960 Pasal (3), PP No. 224 Tahun 1961 Pasal 4 ayat (1), PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 98 ayat (2), dan Permen ATR/BPN RI No.14 Tahun 2024. Regulasi ini menegaskan bahwa tanah-tanah bekas swapraja dapat dikelola kembali oleh para pewarisnya untuk kepentingan kerajaan/kesultanan.
Itulah sebabnya Dewan Adat Nusantara Republik Indonesia (DAN-RI) hadir sebagai bagian dari perintis kemerdekaan dan penjaga harmoni antara negara modern Republik Indonesia dengan negara awal kerajaan dan kesultanan Nusantara. Dewan ini berperan menjaga dan mengawal seluruh aset budaya, tanah, dan kehormatan masyarakat adat demi terwujudnya masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.
Kini saatnya para Yang Mulia Raja dan Sultan Nusantara bangkit dan mengambil peran. Masyarakat adat menanti kehadiran pemimpin yang mengayomi mereka seperti para leluhur dahulu. Sudah saatnya kita menjalankan amanah sejarah ini dengan penuh tanggung jawab, karena negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Diperlukan peran nyata dari para pemangku adat untuk membangkitkan semangat Nusantara.
Bersama Dewan Adat Nusantara Republik Indonesia (DAN-RI), mari kita bergandengan tangan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI—Negara Kesatuan Republik Indonesia—yang di dalamnya hidup berdampingan negara-negara kerajaan dan kesultanan Nusantara.
Makna dari kata “kesatuan” dalam NKRI tidak lain adalah pengakuan bahwa negara ini terdiri dari berbagai unsur dan entitas, termasuk kerajaan dan kesultanan yang telah mewariskan nilai luhur dan tatanan sosial masyarakat Nusantara.
Seluruh rakyat Nusantara menanti. Mereka ingin dilindungi, disayangi, dan diajak menuju kemakmuran bersama. Menjadi catatan penting, bahwa di tanah Nusantara tidak ada tanah yang terlantar. Setiap jengkalnya memiliki pemilik dan ahli waris, yakni para keturunan kerajaan dan kesultanan.
Sudah saatnya negara Indonesia bersikap bijak dalam menyusun regulasi tentang pengelolaan tanah-tanah Nusantara. Semua harus berdasarkan pengakuan terhadap sejarah, adat, dan hak masyarakat yang diwariskan turun-temurun.
Salam satu negeri.
Salam Nusantara Bangkit.
Dengan hormat,
Ketua Dewan Adat Nusantara Republik Indonesia (DAN-RI)
SSJIIA