Kab. Bandung | Kontroversinews.- Meluapnya air selokan di pertigaan Jalan Al Fathu, diungkapkan Warso, Kepala UPT DAS Citarum-Ciwidey, di lokasi kejadian beberapa waktu lalu, diakibatkan sampah yang menghambat aliran air. Sehingga debit air yang masuk meluap ke jalan. Dan itu jelas sangat merugikan masyarakat.
Warso berharap kejadian ini bisa dijadikan pembelajaran bagi instansi terkait lainnya agar bahu-membahu turut memberikan solusi. Terutama yang berkaitan dengan masalah sampah. Sebab walau bagaimana pun penyebab banjir ini adalah hambatan sampah.
Ketika disinggung kalau keberadaan drainase untuk sekarang bisa dikatakan kurang layak, mengingat jumlah penduduk semakin banyak, sementara lebar dan tinggi drainase keadaannya tidak berubah, Warso mengatakan, hal itu bukan menjadi sebuah acuan bila masyarakatnya bisa sadar untuk tidak membuang sampah ke selokan. “Sebab prilaku demikian bisa mengakibatkan kerugian semua pihak,” tegas Warso.
Warso menambahkan, untuk tahun 2018 ini, semoga bisa direalisasikan, akan ada perbaikan drainase yang disesuaikan dengan kebutuhan sekarang. “Masalah bulan berapanya kami tidak mengetahui. Namun yang pasti tahun ini akan ada pemeliharaan dan perawatan drainase termasuk dengan pembangunannya,” tutur Warso.
Ketika permasalahan itu dikembangkan dengan meminta pendapat pada salah satu tokoh masyarakat, A. Karyono, Senin, 30/4, menjelaskan, setiap permasalahan jangan selalu mencari kambing hitam untuk selalu disalahkan. Itu bukan sikap bijak bila harus mengintervensi salah satu instansi agar tidak sepenuhnya disalahkan.
Perlu penjelasan rinci asal muasal dari permasalan tersebut. Untuk drainase, lebih diprioritaskan pada aspek pembangunannya saja tapi tak ada biaya pemeliharaan dan perawatannya. Ironisnya sangat dilakukan pembangunan, ketebalan sedimen di selokan tidak diangkut atau dibersihkan dengan tuntas. Dampak dari kelalaian itu, air akan meluap. Karena semakin tebal sedimen akan semakin tinggi debit air yang tertampung.
Jadi kalau hanya memprediksikan kesalahan akibat sampah terjadi banjir, saya indikasilan itu bukan sebuah jawaban melainkan sengaja ingin lepas dari tanggung jawab. Sebab bila mereka ingin mencari solusi dari permasalahn, semestinya dilakukan analisa dan kajian tentang apa sebab akibat dari banjir itu terjadi. Selanjutnya dilakukan pembenahan agar tidak menyebabkan kerusakan kepada yang lainnya. Jangan asal tuding saja tapi tanpa upaya perbaikan,” tegas Karyono.
Sementara sampah yang dituding sebagai penyebab banjir dan kerusakan drainase, lanjut Karyono, mungkin harus kita jelaskan dulu pokok persoalannya. DLH memang ada Bidang Pengelolaan Sampah, yang tugasnya lebih dominan angkut lalu buang di TPSA. Pengangkutan itu sendiri memang dilakukan ortodok, hanya di lokasi pembuangan sampah tanpa menyeluruh ke pelosok. Sementara sebahagian masyarakat yang merasa enggan untuk pergi ke tempat pembuangan sampah akan melakukannya di mana saja. Salah satunya di selokan, di pinggir jalan, atau disembarang tempat. Jelas mereka tak berfikir akan akibat dari kelakuannya itu.
Jadi jalan terbaik adalah antara Bidang Drainase dan Bidang Pengelolaan Sampah melakukan koordinasi agar tercipta suasana kerja harmonis. “Sebab bila hanya saling menyalahkan satu sama lain bukannya menyelesaikan masalah. Malah akan menambah masalah bagi semua pihak,” pungkas Karyono. (Ki Agus N. Fattah).