Kuningan, Kontroversinews | Setelah melaksanakan rotasi pejabat eselon II, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kuningan dikabarkan akan segera melakukan rotasi besar-besaran terhadap pejabat eselon III dan IV. Langkah ini disebut-sebut sebagai “cuci gudang” untuk penyegaran di tubuh birokrasi.
Namun, di tengah kabar tersebut, masyarakat justru menyoroti satu hal yang dianggap memprihatinkan: jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) yang hingga kini belum juga didefinitifkan. Masa jabatan Penjabat (Pj) Sekda yang kini menjabat akan segera berakhir pada bulan Agustus, dan belum ada kepastian siapa yang akan menggantikan secara tetap.
Padahal, posisi Sekda merupakan jabatan strategis yang sangat krusial dalam menjalankan roda pemerintahan. Ironisnya, jabatan ini sudah dua kali hanya diisi oleh Pj Sekda, tanpa ada pengangkatan definitif.
Arah kebijakan yang tampak saat ini mengindikasikan jabatan Sekda akan kembali diisi oleh Pelaksana Harian (Plh). Sementara itu, proses open bidding yang telah dilakukan sebelumnya justru menyisakan banyak tanda tanya. Pelaksanaannya pun dianggap mendekati habisnya masa jabatan Pj, sehingga dinilai tidak efektif dan jauh dari harapan masyarakat.
Kursi Sekda yang kosong terlalu lama mencerminkan kegagalan dalam tata kelola pemerintahan. Jabatan ini adalah pilar penting dalam struktur birokrasi daerah, dan ketidaktegasan dalam pengisiannya bisa berdampak sistemik terhadap jalannya roda pemerintahan.
Tak hanya eksekutif, DPRD Kuningan pun menjadi sorotan. Publik bertanya-tanya, mengapa lembaga legislatif tersebut seolah diam membisu atas fenomena ini. Padahal, DPRD memiliki hak interpelasi untuk memanggil Bupati dan meminta penjelasan atas situasi yang dinilai tidak wajar ini.
Masyarakat Kuningan kini menanti ketegasan Bupati. Akan dibawa ke mana arah jabatan Sekda? Apakah hasil open bidding sebelumnya memang penuh misteri hingga tak bisa dilantik? Ataukah Pemda akan melaksanakan open bidding baru? Bila ya, kapan?
Perlu diingat, jabatan Sekda bukanlah jabatan politis yang bisa diganti sesuka hati seperti rotasi eselon lainnya. Proses pengisiannya harus melalui mekanisme open bidding yang diatur oleh regulasi dan dibiayai oleh uang rakyat. Bila proses tersebut berujung tanpa hasil, maka patut dipertanyakan apakah anggaran yang digunakan telah dibelanjakan secara bijak.
Jangan sampai uang rakyat terbuang percuma hanya karena ketidakjelasan dan ketidaktegasan dalam pengambilan keputusan. ***