Kuningan, Kontroversinews | Tahun 2025 menjadi periode awal bagi kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati baru, serta anggota DPRD Kabupaten Kuningan yang baru. Namun, sepanjang paruh awal tahun ini, publik disuguhi berbagai persoalan yang memunculkan krisis kepercayaan terhadap para pemangku kebijakan, baik di eksekutif maupun legislatif.
Sejumlah kasus yang melibatkan oknum anggota DPRD terkait pelanggaran etika kian santer terdengar, bahkan beberapa di antaranya berujung pada proses pergantian antar waktu (PAW). Di sisi lain, persoalan dalam tubuh eksekutif juga tak kalah mencolok, seperti persoalan gagal bayar yang terus bergulir, ketidakjelasan pengisian jabatan Sekda, hingga penanganan masalah sosial-ekonomi seperti polemik PKL yang belum menemukan titik terang.
Situasi ini mendapat sorotan tajam dari Forum Komunikasi Gabungan Ormas dan LSM (FKGOL). Salah satu tokoh FKGOL yang juga Ketua LSM Barak, Kang Nana Rusdiana, S.IP, menyampaikan pernyataan kerasnya dalam konferensi pers di Sekretariat FKGOL, Selasa (15/7/2025).
“Menurut saya, akar dari semua permasalahan ini adalah krisis etika di kalangan pejabat publik, baik legislatif maupun eksekutif. Mereka harus sadar bahwa jabatan publik itu melekat dengan tanggung jawab moral. Setiap ucapan, perilaku, dan kebijakan harus bisa menjadi teladan,” tegasnya.
Kang Nana juga menekankan pentingnya pejabat publik untuk terbuka terhadap kritik.
“Pejabat publik jangan alergi terhadap kritik. Kalau tidak bisa dikritik, jangan jadi pejabat publik. Kritik itu bukan hambatan, justru bisa menjadi jalan untuk perbaikan. Kalau mereka tetap antikritik, itu seperti bom waktu yang tinggal menunggu meledak.”
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa stabilitas dan kondusivitas daerah harus menjadi prioritas semua pihak. Ia mencontohkan maraknya laporan pelanggaran etika ke Badan Kehormatan Dewan, aksi demonstrasi masyarakat dan mahasiswa terhadap kebijakan eksekutif, hingga kritik tajam di media sebagai sinyal kuat adanya ketidakpuasan publik.
“Ini semua harus menjadi bahan kajian, evaluasi, dan introspeksi serius para pejabat. Jangan hanya berlindung di balik regulasi. Yang dibutuhkan masyarakat bukan tumpukan aturan, tapi komunikasi yang efektif dan solusi konkret. Karena regulasi tanpa komunikasi hanya melahirkan kebuntuan, bukan solusi,” pungkasnya. ***(Uus/Boy)