Belajar Kedisiplinan dan Sabar di Bulan Ramadan

oleh
oleh

SOREANG | Kontroversinews – Memasuki bulan suci Ramadan, umat muslim harus menyambutnya dengan hati senang dan gembira. Sebab Allah Swt memberikan pahala dan menjauhkan umatnya dari api neraka di bulan pengampunan tersebut bagi siapa yang merasa senang.

“Bulan Ramadan adalah bulan pendidikan, bulan latihan bagi kita. Sejak pagi sampai sore tidak makan dan minum, tidak melakukan hubungan suami istri. Melatih kesabaran dan menahan hawa nafsu,” kata Dai Kamtibmas Kemenag Kanwil Jabar Drs. Azis Kawakibi dalam ceramahnya saat menjadi khotib pada salat Jumat di Masjid Al Fathu.

Kata Azis, Imam Gojali membagi puasa dalam tiga kelompok yaitu tingkatan puasa orang awam. Dimana, mereka puasa menahan makan, minum dan hubungan suami istri. Namun panca inderanya tidak berpuasa.

Sehingga, ia mengatakan Rasulullah Saw bersabda, berapa banyak orang berpuasa, namun puasanya tidak mendapatkan apa-apa. Hanya puasa yang menggugurkan kewajiban dan sia-sia.

“Semua bisa puasa, tak makan dan minum, tapi bukan itu yang diharapkan. Puasa untuk melahirkan bertakwa kepada Allah SWT. Harus betul-betul semua ikut berpuasa, disamping fisik, lahir juga harus puasa,” jelas Azis.

Menurut Imam Gojali, imbuh Azis, tingkatan puasa kedua, panca indra harus ikut berpuasa. Artinya, bukan hanya tak makan dan minum saja. Jika dilihat puasa itu tak berat, tetapi bisa dilaksanakan dengan sederhana.

Tingkatan ketiga, imbuh Azis, berpuasa tak makan, minum tak hubungan suami istri di siang hari, panca indra ikut berpuasa, yang penting hatinya ikut berpuasa. “Tak memikirkan buka dan makan dengan apa. Ini puasa tingkatan yang dilakukan Nabi dan Sahabat. Tapi umatnya bisa mengikuti apa yang dicontohkan Rasulullah,” jelasnya.

Selama 11 bulan fokus untuk mencari bekal guna memasuki bulan suci Ramadan. Dengan harapan memasuki bulan suci Ramadan tak lagi memikirkan duniawi, karena sudah disiapkan 11 bulan.

Dengan harapan tidak lagi memikirkan beli baju dan kebutuhan Lebaran selama Ramadan karena hati berpuasa. “Ini yang perlu dipikirkan kedepan,” katanya.

Hadirnya puasa jangan dijadikan beban. “Inilah yang dikhawatirkan, bukan senang, tapi masalah berat,” ucapnya.
Hadirnya puasa harus senang, bukan sebaliknya karena harus memikirksn bagaimana pakaian anak dan memberi mertua dan sebagainya.

“Karena ini kita tak siapkan. Kedepannya, fisik, mental dan materinya disiapkan, kesehatanya, bekalnya, tetapi yang lebih penting, bekalnya takwa,” harapnya.
Sebaik-baiknya bekal adalah takwa kepada Allah SWT.

Disamping melaksanakan puasa, menghadirkan salat malam yaitu salat sunat tarawih. Melaksanakan salat sunat tarawih 11 rakaat, 23 rakaat bukan urusan, tapi yang tak boleh yang tidak tarawih.
“Jadi perbicangan, bukan persoalan rakaat, tapi bagaimana melaksanakan perintah,” ungkapnya. ( Lily Setriadarma )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *