Kab. Cirebon, Kontroversinews – Korpri merupakan organisasi massa terbesar di Republik Indonesia, sebab seluruh ASN (Aparatur Sipil Negara)—yang sebelumnya dikenal sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil)—merupakan anggotanya. Dengan skala sebesar itu, Korpri menjadi wadah yang mampu mendorong perubahan, baik ke arah positif maupun negatif, tergantung kepemimpinan di tingkat pusat maupun daerah.
Sebagai organisasi, Korpri memungut iuran dari para anggotanya. Besarannya ditentukan oleh kebijakan pimpinan daerah masing-masing. Di Kabupaten Cirebon, sejak Muskab IX pada 6 Maret 2024 yang menetapkan Drs. Jajang Sofyan sebagai Ketua Korpri periode 2024–2029, muncul fakta menarik terkait iuran tersebut.
Sebelumnya, di era kepemimpinan DR. Iis Krisnandar, iuran Korpri sempat mengalami kenaikan signifikan: dari Rp50 ribu menjadi Rp150 ribu per anggota, atau naik 300 persen dibanding masa awal saat iuran masih ditanggung APBD melalui Tunjangan Daerah (Tunda). Seorang ASN yang enggan disebut namanya menuturkan bahwa kenaikan ini bahkan disertai kewajiban menandatangani pernyataan bermaterai.
Namun, penggunaan dana iuran yang jumlahnya besar itu diduga tidak jelas dan minim transparansi. “Seharusnya ada laporan terbuka agar anggota percaya pada pengurus. Sampai sekarang kami tidak tahu uang itu dipakai untuk apa saja,” kata seorang ASN dari dinas lain.
Ia juga menambahkan bahwa ASN baru yang dilantik diminta menandatangani pernyataan iuran sebesar Rp250 ribu. Kondisi ini memunculkan desakan agar ada auditor independen yang memeriksa keuangan Korpri, mengingat nilainya bisa mencapai miliaran rupiah.
Keluhan Kadedeuh Pensiunan ASN
Masalah lain juga muncul dari pemberian kadedeuh bagi ASN yang pensiun. Seorang pensiunan ASN mengeluhkan ketidakadilan besaran dana yang diterimanya. Ia hanya mendapat Rp10 juta, sementara rekannya yang masa kerjanya lebih singkat justru memperoleh Rp17 juta.
“Aduh pak, uang Rp7 juta itu kalau ngumpulin bisa sampai 18 tahun. Saya cuma mau bayar hutang biar tenang di usia tua. Ini kan uang iuran, bukan hibah,” keluhnya kepada wartawan Kontroversinews.
Menanggapi hal itu, pengurus Korpri Darsam Hanapi alias Acong menjelaskan bahwa besaran kadedeuh ditentukan berdasarkan masa kerja, bukan seragam untuk semua. “Di atas 20 tahun Rp17 juta, di bawah 20 tahun Rp10 juta, dan di bawah 10 tahun Rp5 juta,” ujarnya melalui pesan singkat, Rabu (10/9/2025).
Namun, saat ditanya mengenai dasar hukum dan berita acara rapat yang dijadikan landasan aturan tersebut, Acong tidak bisa memberi penjelasan jelas. Ia hanya menyarankan agar wartawan bertemu langsung dengan dewan pengurus.
Ketika didatangi ke kantor Korpri Kabupaten Cirebon yang lokasinya tepat di belakang sebuah kafe, Acong yang didampingi Taufiq Saelan (mengaku wakil bendahara) hanya menolak untuk dipublikasikan lebih lanjut.
Pertanyaan yang Menggantung
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar:
-
Ke mana sebenarnya dana iuran ASN Korpri Kabupaten Cirebon dialokasikan?
-
Apakah pengelolaan keuangan sudah sesuai aturan dan transparan?
-
Dan yang terpenting, siapa yang berwenang mengaudit iuran Korpri agar jelas masuk-keluarnya?
Publik, khususnya para ASN sebagai anggota dan penyetor iuran, berhak mendapatkan jawaban yang terang benderang. ***