Serang, Kontroversinews | Kasus sengketa tanah yang berlokasi di kawasan pusat pemerintahan Kabupaten Serang masih belum menemukan titik akhir. Meski Pengadilan Negeri (PN) Serang sebelumnya telah memutus perkara perdata Nomor 72/Pdt.G/2024/PN.Srg secara cermat dan berbasis alat bukti, putusan tersebut justru dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banten pada tingkat banding.
Dalam putusan tingkat pertama, majelis hakim PN Serang menyatakan bahwa klien dari Kantor Hukum Denis Heriawan & Rekan merupakan ahli waris sah atas tanah yang disengketakan. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Serang diperintahkan untuk membayar ganti rugi kepada pihak tergugat I/penggugat rekonvensi.
Namun, harapan para ahli waris sirna setelah majelis hakim PT Banten menyatakan bahwa gugatan dari penggugat maupun rekonvensi tidak dapat diterima. Putusan tersebut dinilai janggal oleh tim kuasa hukum, karena dinilai tidak sejalan dengan logika hukum serta mengabaikan kepastian hukum yang telah dibangun melalui penetapan konsinyasi.
Kuasa Hukum Nilai Pertimbangan Hakim Banding Tidak Kuat
Menurut kuasa hukum, pertimbangan hukum majelis hakim tingkat banding tidak disusun berdasarkan sumber hukum yang jelas dan lengkap. Mereka menilai hal tersebut berpotensi menimbulkan kekeliruan dalam penerapan hukum perdata.
“Kami melihat hakim banding telah keliru, khususnya ketika menyatakan bahwa seluruh ahli waris harus dijadikan pihak dalam perkara ini. Padahal, menurut hukum acara perdata, tidak ada keharusan demikian,” ungkap kuasa hukum.
Kuasa hukum juga menyoroti alasan majelis hakim yang mempermasalahkan ketidakhadiran Turut Tergugat I dan II dalam persidangan. Padahal, menurut mereka, turut tergugat bukanlah pihak yang berselisih langsung sehingga kehadirannya bersifat hak, bukan kewajiban.
“Putusan apa pun tetap mengikat terhadap turut tergugat. Jadi tidak ada alasan bagi hakim untuk menolak gugatan hanya karena mereka tidak hadir,” tambahnya.
Soroti AJB Tahun 1993, Dinilai Cacat Hukum
Lebih lanjut, kuasa hukum mengkritisi pertimbangan hakim banding yang menyatakan bahwa jual beli tanah tahun 1993 perlu diuji melalui proses pidana. Mereka menilai pertimbangan tersebut telah melampaui batas kewenangan hakim perdata.
“Ini bukan perkara pidana. Klien kami adalah ahli waris sah dari pemilik tanah yang wafat pada tahun 1991. Sedangkan AJB tahun 1993 yang digunakan oleh pihak lawan dilakukan setelah pewaris meninggal dunia. Artinya, AJB itu secara hukum cacat dan bisa dibatalkan melalui jalur perdata tanpa perlu pembuktian pidana,” tegasnya.
Akan Ajukan Kasasi dan Laporkan ke Komisi Yudisial
Atas dasar berbagai kejanggalan dalam putusan tingkat banding, kuasa hukum akan segera mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung guna membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Banten dan menguatkan kembali putusan PN Serang.
“Kami juga meminta perhatian Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk menginstruksikan Satgas Mafia Tanah turun tangan. Kami menduga ada permainan dalam perkara ini,” ujar mereka.
Tak hanya itu, pihak kuasa hukum juga berencana melaporkan majelis hakim Pengadilan Tinggi Banten ke Komisi Yudisial Republik Indonesia atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. (Bams)