Kuningan, Kontroversinews | Direktur Utama Perumda BPR Kuningan, Dodo Warda, SE, didampingi Direktur Deni Heryana, S.Sos, menegaskan bahwa kondisi keuangan bank yang dipimpinnya dalam keadaan sehat dan terjaga. Penegasan ini disampaikan menyusul pernyataan LSM Frontal yang menyebut rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Kuningan mencapai 123 persen dan menuding bank berada di ambang kolaps.
Dodo menyatakan bahwa informasi tersebut tidak akurat. Berdasarkan hasil audit Kantor Akuntan Publik tahun 2024, LDR BPR Kuningan tercatat sebesar 91,62 persen. Adapun angka 123,01 persen yang dirujuk sebelumnya berasal dari laporan internal sebelum dilakukan audit.
“Kami memiliki hasil audit independen yang menyatakan bahwa LDR kami dalam kondisi sehat,” ujar Dodo dalam keterangan tertulis, Selasa (1/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa perhitungan LDR tidak hanya bersumber dari dana pihak ketiga (DPK) seperti tabungan dan deposito, tetapi juga memperhitungkan sumber dana lain, termasuk simpanan antarbank. Saat ini, total DPK BPR Kuningan mencapai Rp143 miliar dengan posisi kas sebesar Rp24 miliar.
Dodo juga membantah adanya kekhawatiran terkait potensi rush money. Menurutnya, selama ini tidak pernah terjadi penarikan dana secara serentak oleh nasabah hingga mencapai 30 persen sebagaimana diasumsikan oleh pihak tertentu.
Lebih lanjut, Dodo menegaskan bahwa likuiditas bank tetap dijaga sesuai regulasi. Berdasarkan audit terakhir, cash ratio BPR Kuningan tercatat sebesar 13,45 persen—jauh di atas batas minimum 5 persen sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 28 Tahun 2023 tentang Pengawasan BPR.
Ia juga menyoroti bahwa struktur permodalan BPR Kuningan berada dalam posisi sangat kuat. Rasio Kecukupan Modal (KPMM) tercatat sebesar 16,91 persen, lebih tinggi dari ketentuan minimum OJK sebesar 12 persen. Modal tersebut tidak hanya berasal dari penyertaan Pemerintah Daerah, tetapi juga dari cadangan umum, cadangan tujuan, serta laba ditahan.
Menanggapi tudingan terkait penyaluran kredit kepada ASN Dinas Pendidikan, Dodo menjelaskan bahwa program tersebut merupakan kerja sama resmi dengan sistem pemotongan gaji melalui bendahara instansi, dan dilaporkan secara rutin kepada OJK.
Sementara itu, mengenai informasi yang menyebut Cadangan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) mencapai Rp100 miliar, Dodo menyatakan bahwa hal itu keliru. Dari total kredit sebesar Rp209 miliar, cadangan yang dibentuk hanya Rp5,02 miliar, sesuai dengan ketentuan OJK. Perhitungan PPAP mengacu pada kualitas kredit, yakni: lancar (0,5%), kurang lancar dan DPK (10% dari sisa kredit setelah dikurangi agunan), diragukan (50%), dan macet (hingga 100%).
Lebih lanjut, Dodo menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2024, BPR Kuningan mencatat laba bersih sebesar Rp2,66 miliar. Sebesar Rp617 juta dari laba tersebut ditambahkan ke ekuitas perusahaan. Sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pembagian Laba BUMD, laba dibagi dengan rincian: 55% untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), 10% untuk cadangan umum, 10% untuk cadangan tujuan, dan sisanya untuk kesejahteraan pegawai, CSR, serta manajemen.
Menutup keterangannya, Dodo menyampaikan terima kasih kepada masyarakat atas kepercayaan yang terus diberikan kepada BPR Kuningan, serta kepada Pemerintah Kabupaten Kuningan atas dukungan yang berkelanjutan. Ia juga menekankan bahwa laporan keuangan BPR Kuningan setiap tahun diaudit tidak hanya oleh akuntan publik independen, tetapi juga oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kami berharap masyarakat tidak terpengaruh oleh informasi yang belum diverifikasi secara profesional,” ujarnya.
Dodo juga menyampaikan apresiasinya kepada LSM Frontal atas masukan yang diberikan. Ia berharap polemik ini dapat menjadi pemicu bagi BPR Kuningan untuk terus bertumbuh dan berkontribusi secara berkesinambungan bagi daerah.
“Saya ucapkan terima kasih kepada LSM Frontal. Hal ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus meningkatkan kualitas produk dan layanan, serta memperkuat fungsi intermediasi bank melalui peningkatan penghimpunan dana dan penyaluran kredit, khususnya bagi pelaku UMKM,” pungkasnya. ***