Sekolah Tatap Muka Dimulai, Tanpa Istirahat dan Membingungkan

Ditambah lagi, kesulitan yang ditemui pada anak-anak karena sekolahnya menggunakan kurikulum 2013 (K13) yang lebih sulit untuk dimengerti pelajarannya dibandingkan sekolah yang masih menggunakan kurikulum Tingkat Standar Pendidikan (KTSP). Di K13 beberapa pelajaran digabungkan dalam satu sub tema, sehingga penjelasan yang dicantumkan sangatlah sedikit.
Selama daring, orangtua “tanpa ilmu” mengajar mengandalkan Google dalam mencari jawaban, bukan mencari cara untuk menyelesaikan suatu soal. Karena mengajarkan anak usia SD lebih sulit dibandingkan usia yang lebih dewasa, jadi tak jarang anak-anak hanya sekadar menyelesaikan tugas tanpa mengerti maksud pembelajaran.
Peralihan dari belajar daring ke tatap muka ternyata membutuhkan banyak persiapan. Mengingat kendala yang ditemui setiap anak selama sekolah daring sangatlah beragam. Bukan hanya masalah gawai, jaringan internet yang tidak bersahabat atau pendampingan orangtua yang tidak bisa didapatkan oleh semua anak. Tetapi juga daya tangkap anak-anak terhadap pelajaran yang diberikan juga berbeda.
Bahkan ketika saya berkesempatan mendampingi anak dalam mengikuti pembelajaran mengenai hitungan pecahan melalui video call dengan gurunya, ada seorang murid yang mengikuti pembelajaran sambil berbaring. Alasannya karena ia tidak mengerti apa yang dijelaskan oleh gurunya. Belajar matematika tanpa corat coret di papan tulis tentang cara menghitung adalah suatu kemustahilan untuk dapat dimengerti.