“Ya, tuduhan itu tidak dapat dibuktikan di dalam persidangan. Itu kan hanya berdasarkan BAP. Sedangkan yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim adalah bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan. Baik bukti surat maupun keterangan saksi. Sementara dalam persidangan, sejak awal kita ikuti, dari mulai saksi yang pertama sampai terkahir, jelas sekali bahwa saksi-saksi tidak melihat, bahkan tidak mendengar apa yang menjadi perbuatan yang dituduhkan kepada si terdakwa. Bahkan, saksi terakhir yang diharapkan, yakni saksi kunci (Notaris Ferri Santosa – red), faktanya notaris tersebut sudah tidak bisa berbicara lantaran terkena sakit sroke. Dia tidak bisa melafalkan kata-kata apa pun. Bahkan melafalkan sumpah saja dia tidak bisa,” jelasnya.
Oleh karena itu, Rompas menilai tuntutan lima tahun itu terlalu berlebihan. Kalau dilihat dari bukti, baik bukti surat maupun saksi, jelas ini sangat sumir.
“Si terdakwa melakukan apa, coba.. Sumir kan. Karena tidak ada satu fakta pun yang menunjukkan, melihat, dan mendengar langsung. Ini fakta di persidangan loh. Tidak ada satu saksi pun yang mengungkapkan atau memberikan kesaksiannya, dia melihat atau mendengar langsung bahwa si terdakwa menyuruh untuk menempatkan keterangan palsu di dalam akta tersebut,” urai Rompas mempertanyakan keabsahan tuduhan JPU.
“Namun kami menghormati apa yang dilakukan oleh Jaksa. Kami menghormati Jaksa yang telah membuat tuntutan, dan kami juga sebagai kuasa hukum tentu akan melakukan pembelaan (pledoi). Kami merasa bahwa fakta-fakta ini tidak cukup untuk menyatakan bahwa si terdakwa ini bersalah. Ya kita akan minta bebas. Karena fakta-fakta di persidangan tidak cukup kuat untuk bisa membuktikan bahwa si terdakwa melakukan apa yang didakwakan. Kami tetap akan meminta terdakwa ini dibebaskan dalam pembelaan nanti,” tutup Rompas.