Kab. Bandung, Kontroversinews | Isu keresahan para kepala desa (kades) di Kabupaten Bandung mulai menemukan titik terang setelah beredarnya hasil Rapat Koordinasi (Rakor) Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) yang dilaksanakan di Hotel Grand Sunshine, Soreang, pada Senin (3/2/2025) lalu.
Informasi yang diterima redaksi menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1.044.063.673.605 untuk desa-desa pada tahun 2025. Hal ini mencerminkan komitmen dan perhatian Bupati Bandung, H. Dadang Supriatna, terhadap pembangunan dan pelayanan di tingkat desa.
Dalam siaran pers resmi yang dirilis Diskominfo, Kepala DPMD Tata Irawan menjelaskan bahwa anggaran tersebut bersumber dari beberapa komponen:
-
APBN (Dana Desa): Rp 396.180.329.000
-
APBD Provinsi (Bantuan Keuangan Provinsi): Rp 35.100.100.000
-
APBD Kabupaten Bandung:
-
ADPD: Rp 397.242.192.205
-
ADD: Rp 259.240.839.157
-
Bagi hasil pajak daerah: Rp 131.761.683.710
-
Bagi hasil retribusi daerah: Rp 6.239.669.338
-
Sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Dana Desa merupakan bagian dari transfer ke daerah yang dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kegiatan kemasyarakatan di tingkat desa.
Rakor DPMD dan Catatan yang Beredar
Namun, keresahan kembali mencuat setelah beredarnya “catatan tidak resmi” melalui WhatsApp Group, yang diduga merupakan poin-poin hasil Rakor DPMD pada Selasa, 17 Juni 2025, yang dihadiri para Kasi Pemerintahan Kecamatan se-Kabupaten Bandung.
Dua pemerhati kebijakan publik, Rahmat Husaeri dan Deni Hadiansyah, menyoroti sejumlah poin dalam catatan tersebut, termasuk:
-
Poin (2): Menyebutkan adanya pengurangan rata-rata Rp135 juta per desa, tergantung jumlah RT dan RW, disebabkan turunnya PAD Kabupaten Bandung.
“Apakah benar PAD tidak mencapai target?” tanya Rahmat dengan senyum tipis, menyindir pernyataan Bupati yang kerap mengklaim peningkatan signifikan PAD.
Ia menambahkan, “Bahkan Satgas PBG bentukan Bupati sudah bekerja sampai tingkat kecamatan demi mengejar PAD.” -
Poin (7): Mendorong kecamatan melakukan monitoring aset desa akibat banyaknya temuan dari Inspektorat.
“Kita sedang mendalami, aset apa saja yang sering terabaikan oleh para kades. Saat ini kita sedang melakukan pemetaan,” ujar Rahmat. -
Poin (8): Desa diminta segera melakukan perubahan RPJMDes, menyesuaikan dengan UU No. 3 Tahun 2024 yang memperpanjang masa jabatan kades menjadi 8 tahun.
Tantangan Perangkat Desa
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan memaksa perangkat desa “memutar otak”. Ketidakpahaman atas regulasi, pengelolaan sumber daya, hingga pelaporan administrasi menyebabkan kebingungan dan potensi kesalahan dalam mengelola dana desa.
Walaupun sudah menggunakan aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) untuk pengelolaan keuangan, tidak semua perangkat desa di Kabupaten Bandung terampil dalam penggunaannya. Sebagian masih bergantung pada bantuan DPMD atau desa lain untuk menginput transaksi, sehingga membuka peluang perbedaan data atau ketidaksesuaian laporan.
Siapa Saja yang Terlibat dalam Rakor?
Rapat koordinasi seperti ini umumnya melibatkan sejumlah pihak penting dalam struktur tata kelola desa, antara lain:
-
DPMD: Penyelenggara utama dan pembina desa.
-
Kasi Pemerintahan Kecamatan: Pemegang peran strategis dalam pendampingan administrasi desa.
-
Tenaga Ahli & Pendamping Desa: Pembimbing teknis pengelolaan ADD.
-
Inspektorat: Pengawas pengelolaan keuangan desa.
-
Baperida: Terkait perencanaan pembangunan desa.
-
BKAD: Bertanggung jawab pada urusan keuangan dan aset daerah.
-
Camat: Koordinator wilayah kecamatan.
-
Tim Fasilitasi ADD: Berada di tiap kecamatan sebagai pendamping implementasi ADD. **