Cirebon, Kontroversinews.com | Buntut dari rilis berita mengenai langkah kontroversial Kuwu Wangunharja, Sunanto, yang menggunakan dana talangan untuk pembangunan infrastruktur desa meski anggaran resmi belum turun, kini memasuki babak baru. Hingga berita ini diturunkan, baik kuwu maupun perangkat desa tampak menghindar untuk ditemui, bahkan terkesan saling melempar tanggung jawab guna menghindari klarifikasi kepada awak media.
Peristiwa ini mencuat saat awak media berupaya melakukan mediasi terkait pemberitaan sebelumnya. Langkah kuwu Sunanto dianggap melangkahi aturan dengan mengambil keputusan sepihak tanpa koordinasi dan konfirmasi kepada pihak-pihak yang semestinya terlibat dalam pembangunan infrastruktur desa.
Dalih kuwu yang menyebut adanya desakan warga karena wilayah yang dimaksud kerap dilanda banjir, ternyata tidak sejalan dengan hasil penelusuran di lapangan. Berdasarkan keterangan sejumlah warga yang diwawancarai, terbuka fakta bahwa pembangunan jalan tersebut bukan merupakan aspirasi ataupun desakan masyarakat.
Upaya mediasi kembali dilakukan awak media dengan kuwu dan perangkat desa. Namun, yang terjadi justru aksi “lempar bola” antar pihak. Kuwu, mandor, hingga bendahara saling melempar tanggung jawab ketika diminta memberikan klarifikasi terkait pengakuan Sunanto yang sebelumnya diungkap secara terbuka kepada media.
Awalnya, komunikasi antara kuwu dan perangkat desa yang terlibat dalam proyek peningkatan jalan berjalan normal. Namun, ketika awak media mempertanyakan bentuk kesepakatan antara pihak desa dengan media, situasi berubah. Semua pihak yang disebut, mulai dari kuwu hingga mandor, akhirnya mengarahkan masalah ke bendahara desa berinisial AT, yang dianggap mampu menyelesaikan persoalan.
Sesuai kesepakatan, pertemuan dijadwalkan pada Senin, 29 September 2025 pukul 15.00 WIB. Awak media datang tepat waktu dengan harapan persoalan ini bisa segera mendapat titik terang. Namun, fakta di lapangan berkata lain. Saat mencoba menghubungi bendahara AT melalui WhatsApp, nomor yang bersangkutan mendadak tidak aktif. Hal yang sama terjadi ketika awak media berusaha menghubungi mandor berinisial H.
Tidak berhenti di situ, awak media mencoba menghubungi keduanya lewat panggilan telepon biasa. Meski nomor dalam kondisi aktif dan berdering, panggilan tidak direspons meski sudah dilakukan berulang kali. Setelah menunggu lebih dari tiga jam, AT akhirnya merespons singkat dengan alasan ponselnya mati karena baterai habis, serta ia sedang mengurus anaknya yang sakit. Namun, ketika ditanya bagaimana bisa telepon masuk dan berdering jika ponselnya benar-benar mati, AT memilih diam seribu bahasa.
Sungguh ironi, namun demikianlah kenyataan yang terekam di lapangan. Fakta-fakta ini justru semakin memperkuat dugaan adanya upaya penghindaran dari pihak kuwu dan perangkat desa Wangunharja terkait dugaan pelanggaran prosedural dalam pembangunan infrastruktur. (M)