Saat memberikan keterangan di persidangan PN Jakarta Pusat Rabu lalu, saksi fakta yang diajukan Soegiharto Santoso, Andy Ho, mengatakan bahwa pemilihan Ketua Umum Apkomindo versi Munaslub 2015 adalah politik kotor. Karena menurut saksi, pihak pengurus Apkomindo versi Munaslub ingin menjadikan asosiasi ini sebagai perusahaan terbatas atau kerajaan bisnis mereka.
“Saya dan Pak Hoki tidak mau dijadikan boneka, makanya pencalonan untuk menjadi ketua umum selalu dihalangi, Pak Hoki dan saya, sifatnya (pemikiran) sama.
Untuk pemilihan ketua umum harus secara demokratis, bukan asal dibentuk, ditunjuk atau asal dikawinkan (ketum dan sekjen – red) sesuai keinginan mereka. Jadi ada perbedaan mindset di sini, dan tidak ada titik temu, serta Munaslub Apkomindo 2015 (yang dilaksanakan) mereka itu tidak sah,” ungkap Andy.
Dari sisi legalitas, Kepengurusan DPP Apkomindo yang diakui Pemerintah adalah kepengurusan versi Munas 2015. Hal ini dibuktikan dengan pengesahan kepengurusan oleh Kementerian Hukum dan HAM yakni kepengurusan yang dipimpin Soegiharto Santoso dan jajarannya.
Sejak munculnya dualisme kepengurusan versi Munas dan Munaslub itu, gugatan terhadap pengurus Apkomindo yang dipimpin Soegiharto Santoso terus dilakukan oleh kubu Munaslub dengan menggunakan dokumen yang diduga palsu.
Perseteruan itu terus berlangsung hingga hari ini, pada saat kepengurusan DPP Apkomindo telah berpindah ke kepengurusan yang baru hasil Munas Apkomindo 2019 lalu. Pada Munas tersebut, kebetulan Soegiharto Santoso terpilih lagi sebagai Ketua Umum DPP Apkomindo untuk periode 2019 – 2023.
“Kepengurusan Apkomindo memiliki SK Dirjen AHU Kementrian Kumham RI sejak tahun 2012 saat Agustinus Sutandar terpilih sebagai Ketum. Juga, kepengurusan hasil Munas Apkomindo tahun 2015 dan tahun 2019 di bawah kepemimpinan saya telah memiliki SK Kemenkumham RI. Sedangkan mereka, kepengurusan versi Munaslub belum memiliki SK Kumham RI sama sekali,” beber Soegiharto yang juga merupakan pengelola media Biskom.Web.Id itu.
Fenomena hukum yang terkesan absurd tersebut menarik perhatian beberapa pihak. Salah satunya adalah alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA. Untuk mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, Lalengke menyempatkan diri menghadiri sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu, 28 April 2021 lalu. Dia juga berusaha mewawancarai beberapa pihak, antara lain Soegiharto Santoso dan Andy Ho.
Tokoh pers senior ini juga berupaya meminta keterangan dari pengacara Otto Hasibuan & Associates yang menjadi pembela kepengurusan versi Munaslub, Sordame Purba, SH. Sayangnya yang bersangkutan tidak bersedia memberikan tanggapan sama sekali.