Publik akhirnya bertanya, masihkah pengadilan di tanah air ini dapat diandalkan sebagai tempat mencari kebenaran dan keadilan jika para pemangku kepentingan bidang hukum, terutama hakim, dapat dengan sesukanya mengabaikan fakta, data otentik, dan saksi fakta yang bersaksi di bawah sumpah dalam memutus perkara? Ataukah memang benar rumors di masyarakat bahwa kebenaran dan keadilan adalah milik mereka yang beruang?
“Saya merasa sangat prihatin atas penggunaan dokumen yang diduga dipalsukan tapi bisa menang dalam proses persidangan di PN Jaksel beberapa waktu lalu.
Dan pada sidang di PN Jakarta Pusat hari ini menjadi semakin terungkap dengan terang-benderang (terkait dokumen dipalsukan – red).
Sepertinya, Majelis Hakim di PN Jakarta Selatan yang diketuai H. Ratmono, SH., MH., kurang teliti atau khilaf dalam memutuskan perkara Nomor 633/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel itu,” ungkap Soegiharto Santoso seusai mengikuti persidangan di PN Jakarta Pusat, Rabu, 28 April 2021 lalu.
Sedikit mereview tentang kasus ini, diketahui bahwa Soegiharto Santoso alias Hoki telah terpilih secara sah sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Apkomindo pada Musyawarah Nasional (Munas) Apkomindo 2015 yang diselenggarakan pada 13 – 15 Februari 2015 di Jakarta. Namun beberapa tokoh pendiri Apkomindo, katanya, yang dimotori oleh Sonny Franslay dan Rudi Rusdiah mendadak mengadakan Munaslub mendahului jadwal resmi Munas, pada tanggal 2 Februari 2015.
Dalam Munaslub tersebut tidak satupun perwakilan pengurus daerah yang hadir. Berbeda halnya dengan Munas, perwakilan dari pengurus daerah berdatangan dan mengikuti Munas yang sudah dijadwalkan dengan baik sesuai ketentuan AD/ART. Informasi tentang hasil Munaslub Februari 2015 itupun juga patut dipertanyakan, karena baru diberitakan pada Juni 2018. Berbeda dengan informasi hasil Munas Februari 2015 yang langsung dipublikasikan sehari setelah Munas selesai diselenggarakan.