Hilmar menerangkan, buku tersebut telah disusun sejak 2017. Risetnya melibatkan banyak pihak. Buku tersebut sebenarnya belum selesai. Namun, karena tahun anggaran sudah habis, penyusunan tetap harus dilaporkan. Yang tidak selesai, dibuatkan buku elektroniknya. Kemudian, pada 2019, ada program mengumpulkan bahan dari masing-masing direktorat untuk diunggah ke laman Rumah Belajar.
Dia memastikan, Kemendikbud sudah menarik kamus sejarah tersebut dan buku sejarah lainnya. Kemendikbud juga akan meninjau ulang buku-buku sejarah tersebut agar kesalahan tersebut tidak lagi terjadi.
Mengutip dari wartaekonomi.co.id, melihat kejadian ini, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengurut dada. Dia melihat, selama ini, kebijakan Nadiem sering menuai kontroversi. Bukan hanya lenyapnya Pancasila, Bahasa Indonesia, dan KH Hasyim Asy’ari, tapi juga hilangnya frasa agama dalam peta jalan pendidikan.***AS