Kuwu Dias Fakhnuritasari, M.Pd Sempat Bungkam: Cukup Ya Pak Pertanyaannya
Kab. Cirebon, (Kontroversinews).- Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, bahwa Pendapatan Asli Desa (PADes) merupakan pendapatan yang berasal dari kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal desa. PADes juga biasanya terdiri dari hasil usaha, hasil aset, swadaya, partisipasi, gotong royong dan lain-lain. mungkin bagi orang awam, bahkan mungkin sebagian dari mereka menganggap bahwa setiap uang yang dimiliki oleh desa disebut Dana Desa. tetapi secara hukum, dana yang dimiliki oleh desa itu biasanya beragam, berdasarkan berbagai sumber pendapatan yang terklasifikasi dalam pendapatan desa. secara khusus pendapatan desa pun diatur juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Pendapatan desa mempunyai arti, yaitu semua penerimaan Desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang menjadi hak desa dan tidak perlu dikembalikan oleh desa. sementara pendapatan desa terdiri atas pendapatan asli desa seperti yang diurai diatas yakni terdiri dari hasil usaha desa, hasil aset desa, swadaya, partisipasi dan gotong royong, juga pendapatan asli desa lainnya berupa pendapatan transfer seperti Dana Desa (DD), alokasi dana desa (ADD), juga bagian dari hasil pajak daerah serta retribusi daerah kabupaten/kota (BHP), bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi yang biasa di sebut BKP (bantuan keuangan provinsi), dan bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten/Kota (BKK).
Pendapatan asli desa juga bisa diperoleh dari penerimaan hasil kerja sama desa, seperti penerimaan dari bantuan perusahaan yang berlokasi diwilayah kerja pemerintah desa, penerimaan dari hibah dan sumbangan dari pihak ketiga, atau koreksi kesalahan belanja tahun anggaran sebelumnya yang mengakibatkan penerimaan di kas Desa pada tahun anggaran berjalan, bunga bank, dan pendapatan lain desa yang sah. walau pendapatan desa sekilas terlihat banyak, namun setiap dana pastilah telah diatur dengan peraturan dan perundang-undangan tentang mekanisme serta peruntukan penganggaran juga belanjanya sehingga tidak serta merta pemerintah desa berleluasa dalam menyusun anggaran belanja pada setiap tahunnya. PADes pun biasanya harus masuk jadi satu dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) yang terdiri dari Rencana Kegiatan dan Anggaran Desa (RKA), Rencana Kerja Kegiatan Desa (RKK), dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Dalam DPA tersebut disana, biasanya juga memuat tentang rincian kegiatan, sumber pendanaan, dan alokasi anggaran. dalam DPA biasanya disertai dengan tujuan kegiatan, indikator kinerja yang akan dicapai, dan rencana penggunaan anggaran yang terperinci. dasar hukum DPA yakni berada pada pasal 45 ayat (1), Permendagri No. 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. juga pada PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD. DPA pun merupakan pedoman dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dan setelah semua PADes serta sumber dana yang masuk ke desa terangkum sudah, maka selanjutnya Pemerintah Desa (Pemdes) dalam hal ini Kepala Desa (Kades) atau Kuwu sebagai pengguna anggarannya. haruslah menyusun Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) desa, yang berisi informasi penyelenggaraan pemerintahan desa selama satu tahun anggaran. LKPJ desa juga merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan desa, mempertanggungjawabkan pelaksanaan, kebijakan dan program desa. pun memberikan bahan evaluasi serta tolak ukur dalam menentukan rencana kegiatan tindak lanjut, juga memberikan bahan kebijakan dalam menentukan program serta kegiatan pada tahun anggaran berikutnya.
Yang harus membuat laporan segala keuangan desa haruslah Sekertaris desa (sekdes) selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa, yang salah satu tugasnya yaitu menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa serta melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan juga pengeluaran APB Desa. hal-hal tersebut di atas tadi seperti sangat sulit ditemukan di Desa Sutawinangun Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat, sempat bungkam 2 kali saat dikonfirmasi oleh wartawan media ini yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut.
Pada hari ketiga lewat pesan singkat chatting whatsapp ke nomor pribadi Dias Fakhnuritasari, M.Pd selaku Kades/Kuwu nya Desa Sutawinangun Kedawung Cirebon yang saat awal terpilih menjadi kades di 2019 dan bertugas di 2020 awal Januari yang sempat mempunyai misi visi “akan memperhatikan masalah mengenai bencana banjir dan menanggulangi masalah sampah di desanya, hingga berita ini diturunkan 2 kali/2 hari bungkam. dan tepat di hari yang ke 3 kalinya, Kades/Kuwu Dias menjawab “lihat dibaligho dan cukup ya pak pertanyaannya”. padahal menurut warga yang berhasil diwawancara mengatakan, PADesa Sutawinangun itu bukan dibawah 10 juta rupiah tapi banyak. ***