KUNINGAN, Kontroversinews | Sultan Sepuh Jaenudin II Ariantareja, tokoh adat dan pewaris trah Kerajaan Kuningan, melontarkan kritik keras terhadap pembangunan musholla baru di kawasan Pendopo Kabupaten Kuningan. Ia menilai proyek tersebut berpotensi mencederai semangat pelestarian warisan budaya, apalagi Pendopo telah ditetapkan sebagai Obyek Cagar Budaya (OCB) oleh pemerintah daerah.
“Cagar budaya bukan sekadar label di atas batu prasasti. Ia adalah nilai, memori kolektif, dan identitas daerah yang tidak boleh diubah seenaknya, apalagi tanpa proses hukum yang benar,” tegas Sultan Jaenudin II saat diwawancarai, Selasa (8/7/2025).
Ia mengaku heran pembangunan fisik tetap berjalan, meskipun Keputusan Bupati Kuningan Nomor 400.6.2/KPTS.976-DISDIKBUD/2024 yang diteken pada 30 Agustus 2024, secara jelas menetapkan Pendopo sebagai bagian dari 13 obyek baru cagar budaya.
“Bagaimana mungkin pemerintah bicara pelestarian, tapi di saat yang sama melanggar aturan yang mereka buat sendiri? Ini bukan semata soal musholla, tapi tata kelola dan kepatuhan hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, Bupati Kuningan terdahulu, Dr. Dian Rachmat Yanuar, menyatakan bahwa musholla dibangun dari dana hibah, bukan APBD. Namun menurut Sultan Sepuh, sumber dana bukan alasan untuk melanggar aturan pelestarian.
“Entah APBD atau hibah, bangunan baru tetap tak boleh didirikan di zona cagar budaya tanpa rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan kajian pelestarian. Pendopo bukan tanah kosong yang bisa dibangun sesuka hati hanya karena niat baik,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar musholla tidak dijadikan tameng religius untuk menutupi potensi pelanggaran hukum. “Jangan sembunyikan pelanggaran di balik nama ibadah. Rakyat makin cerdas dan tahu membedakan mana pelestarian, mana akal-akalan,” katanya.
Sultan pun mempertanyakan keberadaan TACB dalam kasus ini. “Kalau belum ada rekomendasi TACB, pembangunan seharusnya dihentikan. Jangan sampai ada pembiaran,” ucapnya.
Penetapan Pendopo sebagai cagar budaya, lanjutnya, seharusnya menjadi simbol komitmen pelestarian sejarah di Kuningan. Apalagi, penetapan itu juga mencakup situs penting lain seperti Paseban Tri Panca Tunggal, SMPN 1 Kuningan, Gedung Graha Wangi, hingga Situs Batu Naga.
“Jika ini dibiarkan, pelanggaran serupa bisa terulang dan menjadi bencana kultural bagi Kuningan,” pungkas Sultan Jaenudin II Ariantareja, yang juga dikenal sebagai Pangeran Kuda Putih. ***