Perumda Mawarani Hancur Total, Segera Bentuk Tim Ad Hoc, Pencari Penyebab Kegagalan

oleh
oleh

Oleh : Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya Surabaya dan Ketua Dewan Penasehat DPC Peradi Sidoarjo.

Sebagaimana dilansir Suara Sikka, bahwa direksi tidak profesional Perumda Mawarani hancur total.

Ini kabar menyedihkan sekaligus memalukan bagi Pemerintah Kabupaten Sikka.

Jujur saja pemerintahan periode 2018 sampai dengan 2023 yang dinahkodai Roby Idong dan Romanus Woga tata kelola administrasi pemerintahan dan pembangunan diduga banyak boroknya.

Korupsi meraja lela, proyek mangkrak dimana- mana dan perusahaan daerah bermasalah dengan kerugian negara mulai Perumda Air Minum Wairpuan dan sekarang Perumda Mawarani.

Harusnya pengelolaan Perumda Mawarani secara transparan terutama profesional menjadikan perusahaan sebagai “mesin” pencetak uang bagi Pemerintah dan warga Kabupaten Sikka.

Sayangnya, perusahaan daerah ini mati suri.

Hal ini dapat dilihat ada 8 bidang usaha berupa bidang usaha pariwisata, perkebunan, SPBU, leveransil, jasa konstruksi, pertambangan, perdagangan dan industri, dan jasa ketenagakerjaan tidak bisa menghasilkan uang.
Apa biang keroknya?

Jika bidang usaha tersebut dikerjakan secara profesional harusnya Perumda Mawarani sebagai penyumpang PAD yang besar tetapi selama ini hasil “nol putul” alias kosong.

Pertanyaannya dimana letak biang kerok gagal total Perumda Mawarani?
Penyebab utamanya adalah direksi yang tidak profesional sehingga tidak mampu menjalankan bisnis perusaha.

Dalam Undang Undang Perseroan Terbatas dan Undang Undang Cipta Kerja jelas diuraikan direksi memimpin jalanya perusahaan dan bertanggung jawab ke dalam dan keluar perusahaan.
Komisaris mengawasi kerja direksi.

Ratio legisnya direksi dan komisaris diberikan ruang “diskresi” yang besar untuk menghidupkan dan membesarkan perusahaan daerah tersebut.
Termyata sejak Juli 2022 tidak beroperasi itu artinya ada dugaan direksi dan para komisaris tidak profesional bahkan tidak becus menjalankan perumda Mawarani.
Pola kerja perusahaan beda dengan pemerintah diperlukan inovasi responsif dan kreativitas direksi dan komisaris.

Pola kerja perusahaan dari tidak ada menjadi ada dari kecil menjadi besar.
Tetapi jika pola kerja hanya menunggu suntikan dana dari pemerintah daerah, maka sampai kapanpun Mawarani akan terus menjadi perusahaan daerah yang parasit.
Hal ini terbukti
dalam Rapat Konsultasi dengan DPRD Sikka, Penjabat Bupati Sikka Alvin Parera, menyebut Perumda Mawarani telah berhenti beroperasi sejak Juli 2022.
Saat berhenti operasi diketahui perusahaan daerah milik Pemkab Sikka mengalami kerugian sebesar Rp 343.550.227.
Atas peristiwa hukum yang memalukan tersebut tidak bisa dianggap lumrah tetapi perlu segera diambil langkah hukum dengan membentuk team ad hok penyelamatan Perumda Mararani.

Team ini independen tidak ada interes pribadi diberi waktu bekerja selama 3 bulan dengan memeriksa Anggaran Dasar Perumda Mawarani memanggil dan memeriksa pengurus serta meminta semua dokumen untuk dikaji agar diketahui letak persoalan kegagalannya.

Karena jangan dianggap lumrah kegagalan apalagi adanya kerugian 300 juta lebih.
Ini serius, dengan adanya team ad hoc diharapkan dapat merumuskan hal- hal sebagai berikut :

Pertama, akan diketahui penyebab utama kegagalan Mawarani;
Kedua, kegagalan bahkan kerugian 300 juta lebih sebuah kegagalan yang lumrah.
Dalam dinamika bisnis atau ada penyebab lain;

Ketiga, dapat diketahui kerugian tersebut berimplikasi tanggunggugat perdata atau tanggungjawab pidana (dugaan perbuatan melawan hukum);

Keempat, team ad hoc akan merumuskan langkah- langkah kerja Perumda Mawarani akan datang yang bisa mendatangkan provit;

Kelima, direksi dan komisaris tidak harus diambil dari team sukses bupati wakil bupati, atau para pensiunan ASN.
Ini perusahaan yang orientasinya bisnis bukan balas jasa.
Harusnya pekerjakan tenaga- tenaga profesional diberi gaji yang besar dengan cara kerja dan target kerja yang jelas menguntungkan.
Serius!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *