Samosir | Kontroversinews.-Masyarakat Desa tanjung bunga mengadakan unjuk rasa ke kantor DPRD kabupaten Samosir.
Terkait pematokan tapal batas kawasan hutan di sejumlah titik di wilayah Desa Tanjung Bunga Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir selasa 24/7/18.
Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara pada awal tahun 2018 lalu, dimana pematokan itu berpedoman dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Sumatera Utara yang diklaim seluas 3.055.795 Ha.
Dimana dari 70.708,39 Ha wilayah Kabupaten Samosir yang diklaim sebagai kawasan hutan, sepenuhnya wilayah Desa Tanjung Bunga termasuk di dalamnya. Menyikapi hal tersebut, sekitar ratusan masyarakat yang mengaku sebagai Perkumpulan Masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga akan menggelar unjuk rasa ke Kantor DPRD Samosir dan Kantor Bupati Samosir pada Selasa, 24 Juli 2018.
Hal itu dikatakan salah satu perwakilan Perkumpulan Masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga, Bachtiar Uji Simalango, Selasa 24 Juli 2018.
Menurutnya, SK 579 Tahun 2014 seharusnya didasari kegiatan inventarisasi, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) dan hasilnya menjadi penetapan bersama patok kawasan hutan.
Tim ini adalah independen antara pemerintah Kabupaten Samosir dengan masyarakat, dan hasilnya inilah yang seharusnya dikatakan menjadi areal kehutanan. Dengan kata lain, penetapan kawasan hutan di luar register harus didasari kemufakatan dengan masyarakat terkait dengan hak dan tanah adat.
“Namun faktanya, di Kabupaten Samosir tidak demikian. Hak rakyat dan hak adat justru tidak dilindungi melalui pencaplokan sebagai kawasan hutan. Sehingga kami menilai tindakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini merupakan pencaplokan sepihak yang mengklaim tanah adat kami, Desa Tanjung Bunga masuk hutan milik negara,” kata Bachtiar Uji Simalango.
Untuk itulah, lanjutnya, sehingga Perkumpulan Masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga menyatakan sikap untuk menolak SK Menhut No. 579 tahun 2014 karena merupakan pencaplokan hak rakyat dan hak ulayat.
Berikut pernyataan sikap dan tuntutan Perkumpulan Masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga yang disampaikan salah satu tokoh adat desa Tanjung Bunga, Mangapar Nadeak. Yakni, mereka meminta Pemerintah Kabupaten Samosir dan DPRD Samosir agar berdiri bersama rakyat untuk turut berjuang menyelamatkan hak-hak tanah adat Desa Tanjung Bunga.
“Kami meminta Pemerintah Kabupaten Samosir agar sesegera mungkin meneguhkan Desa Tanjung Bunga sebagai tanah adat. Kami juga meminta Pemerintah Kabupaten Samosir bersama DPRD Samosir secepatnya mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI agar tanah adat kami yang dicaplok sebagai kawasan hutan melalui SK 579/2014 dilepaskan dari kawasan hutan secara utuh dan berkekuatan hukum tetap,” kata Mangapar Nadeak.
Selain itu, mereka juga mendesak DPRD Kabupaten Samosir segera membentuk tim penanganan penyelesaian klaim Kemenhut atas sebagian besar tanah masyarakat dan tanah adat sebagai kawasan hutan.
Tuntutan ini akan disampaikan secara tertulis dan akan disampaikan kepada Ketua DPRD Samosir dan Bupati Samosir saat unjuk rasa Perkumpulan Masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga, Selasa, 24 Juli 2018 direncanakan unjuk rasa dimulai pada pukul 09.00 WIB.
“Karena gerakan ini demi kepentingan bersama, kami rencanakan unjuk rasa ini akan dihadiri seluruh masyarakat Desa Tanjung Bunga yang ada di Bona Pasogit,” jelas Bachtiar Uji Simalango.
Sebelumnya, Masyarakat Desa Tanjung Bunga mengetahui wilayahnya diklaim sebagai kawasan hutan pada awal tahun 2018 lalu saat pegawai Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara mematok tapal batas kawasan hutan di sejumlah titik di Desa Tanjung Bunga. Juga melalui sosialisasi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang digelar Pemerintah Desa Tanjung Bunga pada Minggu, 8 April 2018 lalu yang berujung penolakan dari masyarakat.
“Atas dasar apa Kementerian Kehutanan mengklaim Desa Tanjung Bunga sebagai kawasan hutan?. Desa Tanjung Bunga merupakan tanah adat(tanah wilayat)yang sudah sejak dahulu bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia, dihuni oleh nenek moyang kami.
Kenapa sekarang malah dikatakan kawasan hutan?,” kata Mangapar Nadeak kala itu.
Pada rapat itu, mayoritas masyarakat Desa Tanjung Bunga menolak TORA. Dengan kata lain, masyarakat menolak harus meminta atau membuat permohonan ke pemerintah melalui TORA agar tanahnya dilepas dari kawasan hutan.
“Desa Tanjung Bunga bukan hutan lindung. Oppung kami sudah mendiami tanah Tanjung Bunga sebelum Indonesia Merdeka. Masa sekarang kami harus memohon kepada pemerintah atas tanah yang sudah kami tempati ratusan tahun yang lalu.
Kami ini marga Batak bukan marga satwa,” tegas Mangapar Nadeak.
Unjuk rasa di kawal ketat oleh pihak keamanan dari personil polres Samosir,Satpol pp untuk menjaga demi keamanan.
Sesuai tuntutan masyarakat tanjung bunga,melalui beberapa dari tokoh sebagai juru bicara menyampaikan aspirasi kepada DPRD kabupaten Samosir,di ruang rapat DPRD kabupaten Samosir.
Ahirnya aspirasi masyarakat tanjung bunga di kabulkan oleh DPRD kabupaten Samosir,sesuai harapan masyarakat tanjung bunga apalagi masyarakat Samosir khusnya.(ps)