Limbah Alat Suntik di Jual Rp. 2.000,- di Sekolah SD

oleh
oleh

Kab. Bandung | Kontroversinews.-Sesuai dengan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, kata A Karyono, BAE, tokoh masyarakat Baleendah Kabupaten Bandung, Senin, 17/9, limbah medis tidak diperkenankan dibuang pada sembarang tempat. Dengan sanksi pidana 3 hingga 3 tahun, dan denda hingga Rp. 3 miliar rupiah. Ini merupakan peringatan bagi instansi pelayanan kesehatan, baik itu Rumah Sakit Daerah atau Puskesmas. Intervensi pemerintah terhadap limbah medis divisualisasikan bahwa limbah medis B3 hanya boleh dikelola oleh lembaga berizin. Sebab, kandungan limbah medis ini sangat berbahaya bagi kesehatan.

Karyono menambahkan, limbah medis mencakup berbagai bahan-bahan yang berbahaya yang bersumber dari sampah-sampah yang bisa menimbulkan kerugian infeksi di tubuh dan syaraf, produk-produk kimia dan farmasi yang sudah rusak atau melewati masa pakai, bahan-bahan radioaktif, serta peralatan medis yang masuk dalam kategori benda tajam yang sudah tidak dipakai.

Ada beberapa jenis limbah yang masuk ke dalam kategori limbah medis, jelas Karyono, seperti dikutip dari Keputusan Menteri Kesehatan tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakiti. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Limbah benda tajam, adalah materi padat yang memiliki sudut kurang dari 90 derajat, dapat menyebabkan luka iris atau tusuk. Misalnya: jarum suntik, kaca sediaan (preparat glass ), infus set, ampul/vial obat.
2. Limbah infeksius, adalah limbah yang diduga mengandung patogen (bakteri, virus, parasit, dan jamur) dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada inang yang rentan. Misalnya: limbah hasil operasi atau otopsi dari pasien yang menderita penyakit menular, limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bagian isolasi, alat atau materi lain yang tersentuh orang sakit.
3. Limbah patologis, adalah limbah yang berasal dari jaringan tubuh manusia. Misalnya: organ tubuh, janin, darah, muntahan, urin, dan cairan tubuh yang lain.
4. Limbah farmasi, adalah limbah yang mengandung bahan-bahan farmasi. Misalnya: mencakup produk farmasi, obat, vaksin, serum yang sudah kedaluwarsa, tumpahan obat. Termasuk juga sarung tangan, masker.
5. Limbah kimia, adalah limbah yang mengandung zat kimia yang berasal dari aktivifitas diagnostik, pemeliharaan kebersihan, dan pemberian desinfektan. Misalnya: zat kimia fotografis.
6. Limbah kemasan bertekanan, adalah limbah medis yang berasal dari kegiatan di instansi kesehatan yang memerlukan gas. Misalnya: gas dalam tabung dan kaleng aerosol.
7. Limbah logam berat, adalah limbah medis yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk dalam sub kategori limbah berbahaya dan biasanya sangat beracun. Misalnya: limbah logam merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran (termometer, alat pengukur tekanan darah).

“Bahaya dari limbah tersebut, bila ada pembuangan langsung tanpa pemilahan seperti pencucian luka atau sejenisnya, akan mengakibatkan dampak negatif bagi masyarakat yang kesehariannya menggunakan sumur resapan. Akibat dari pembuangan limbah secara sembarangan itu bisa jadi masyarakat akan menderita penyakit kulit karena air sumur yang di pakai sudah terkontaminasi dengan limbah medis. Namun hal itu sepertinya tidak disadari masyarakat. Tapi hingga saat ini sepertinya belum ada tindakan atau pemeriksaan terhadap saluran-saluran pembuangan air di setiap Rumah Sakit juga Puskesmas. Kenyataan ini harus ditelusuri dan dipertanyakan secara rinci,” tegas Karyono.

Iroisnya, lanjut Karyono, limbah medis suntik di jual di sekolah-sekolah SD dengan harga Rp. 2.000,- perbuahnya, malahan lengkap dengan jarumnya. Ketika dikonfirmasikan kepada penjual tersebut, ia menjawab, bahwa ia tidak tahu apa-apa tentang bahaya dari dagangannya. Ia mencari nafkah untuk keluarganya dengan berjualan limbah medis suntik, itu pun diakuinya dengan membeli di grosir mainan anak.

Ia merasa ketakutan ketika dijelaskan bahaya dari alat suntik itu. Memang ia mengakui kalau harga alat suntik itu sangat murah dan bisa menghasilkan laba lumayan. Bahkan perharinya ia bisa menjual 50-100 alat suntik kepada anak SD, karena ia tidak mangkal di satu tempat saja. “Kalau saya dilarang berjualan alat suntik bekas ini di sekolah karena ada bahayanya, lalu saya harus berjualan apa untuk menghidupi anak isteri,” tuturnya tanpa mau menyebutkan namanya.

Sekretaris Camat Kutawaringin, Atep, di kesempatan yang sama, menerangkan, ada pihak ketiga yang mengambil limbah pabrik di dalam pengelolaannya. Sementara untuk Puskesmas hanya melayani penyakit umum saja. Untuk operasi kecil dan besar masyarakat dapat rujukan untuk dilakukan di Rumah Sakit Daerah. Selanjutnya pihak ketiga akan yang ditunjuk akan mrngambil limbah tersebut. “Jadi Puskesmas hanya melayani penyakit umum saja tanpa boleh melakukan operasi,” ungkapnya. (Ki Agus N. Fattah).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *