Kab. Bandung, Kontroversinews | Dugaan adanya praktik penjualan seragam dan atribut sekolah di SMPN 1 Rancaekek kembali mencuat. Praktik ini dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan serta Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022, yang menegaskan bahwa pengadaan seragam sekolah merupakan tanggung jawab orang tua siswa, bukan pihak sekolah.
Untuk tahun ajaran 2025–2026, jumlah peserta didik baru kelas VII di SMPN 1 Rancaekek mencapai 544 siswa, terdiri dari 253 siswa laki-laki dan 291 siswa perempuan.
Menurut salah satu sumber, siswa baru diwajibkan membeli paket PSAS (Perlengkapan Seragam dan Atribut Sekolah) melalui koperasi sekolah. Paket tersebut meliputi pakaian olahraga seharga Rp250.000, atasan batik Rp180.000, atasan baju muslim Rp180.000, serta atribut sekolah seperti topi, dasi, sabuk, kaos kaki masing-masing Rp35.000, logo sekolah Rp10.000, tanda kelas Rp10.000, bendera Rp5.000, dan bet pramuka Rp10.000. Untuk kebutuhan kesiswaan yang mencakup map raport, pas foto, kartu pelajar, dan buku Ramadhan, orang tua siswa dikenakan biaya Rp190.000. Total keseluruhan mencapai Rp975.000 per siswa.
Sumber tersebut menyebutkan bahwa biaya hampir satu juta rupiah ini sangat memberatkan. Menurutnya, orang tua memilih sekolah negeri dengan harapan biaya pendidikan lebih ringan, namun kenyataannya tetap harus mengeluarkan biaya tambahan.
“Masuk sekolah negeri berharap gratis, tapi tetap harus keluar biaya,” keluhnya.
Menindaklanjuti informasi tersebut, tim Kontroversinews.com mendatangi SMPN 1 Rancaekek untuk meminta klarifikasi. Setelah menunggu cukup lama, tim akhirnya bertemu Kepala Sekolah H. Otang Rosyid, S.Pd pada Jumat (14/11/2025). Saat dimintai tanggapan mengenai praktik penjualan seragam dan atribut di sekolah, Otang menegaskan bahwa semuanya berjalan sebagaimana mestinya.
“Aman dan tidak ada masalah,” ujarnya di ruang kerjanya.
Sementara itu, Roseng, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat pemantau pendidikan, menilai praktik jual beli seragam di sekolah negeri seharusnya sudah tidak terjadi lagi. Ia meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung segera turun tangan.
“Kami berharap instansi terkait, terutama Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, menindak tegas sekolah yang masih melakukan praktik penjualan seragam,” tuturnya. (Hedy)








