Kab. Bandung | Kontroversinews.-Terkait permasalahan perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS),.yang akan diselenggarakan Pemerintah Pusat pada tahun 2018, dikatakan Maman Sudrajat, Sekretaris Persatuan Guru Republik Indonesia Kabupaten Bandung (PGRI Kab. Bandung), Kamis, 20/9, usai memberikan pengarahan kepada Guru Honorer Kategori 2, jelas sangat memberatkan mereka. Untuk sementara waktu sambil menunggu adanya inisiatif Pemerintah Pusat untuk bisa merubah Undang- Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) mereka berharap adanya pengakuan sesuai kapasitas dan otoritas daerah untuk mendapatkan legalitasnya.
Batasan usia sampai maksimal 35 tahun itu diakui Maman akan sangat merugikan guru honorer. Untuk itu mereka para guru honorer termasuk Bupati Bandung, H. Dadang M. Naser, mengharapkan segera dilakukan perubahan terhadap UU tersebut. Secara regulasi itu memang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau Kabupaten hanya bertugas menjalankannya saja. Jumlah honorer yang terdaftar ada sekitar 2.000 orang, tapi kalau diakumulasikan secara global mencapai 8.000an guru honor.
Maman mengatakan, Kabupaten Bandung luar biasa sangat kekurangan Guru PNS, dengan adanya Guru Honorer semua kelas bisa terpenuhi maksimal. Karena jumlah guru PNS kalau dihitung persekolah hanya beberapa orang saja. Langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh Pemkab adalah dengan dikeluarkan SK Bupati sebelum ada kejelasan dari Pusat terutama yang berkaitan dengan status Guru Honorer Kategori 2, sebab sebelumnya mereka hanya mengantongi SK yang dikeluarkan oleh Kepala Sekolah.
“Mudah-mudahan saja keinginan mereka bisa terakomodir dan direalisasikan. Sebab bila dihitung dari pengabdian mereka selama ini, mereka berharap bisa diangkat sebagai PNS tanpa melalui test,” ujar Maman.
Toto Ruhiyat, Guru Honorer 2, dari SDN Bojong Koneng, menuturkan, UU ASN yang membatasi mereka dengan memberlakukan batas usia maksimal 35 tahun, itu merupakan tindakan diskriminasi. Alasannya, Guru K2 diusia itu, masing-masing dikecamatan hanya berjumlah 2 – 3 orang saja. Dan pengalaman mereka jelas jauh sekali dalam aspek pembelajaran terhadal siswa. Ia yang selama ini mengantongi SK dari Kepala Sekolah berharao di tahun 2018 ini bisa menjadi PNS. Untuk dilakukan test pun ja bersedia menjalaninya.
Demikian pula dengan Khaidar Hidayatullah, dari SDN Cibolang, menegaskan, pengabdian kami selama ini dimana ada kesempatan untuk menjadi PNS mengala harus usia yang dipermasalahkan. Kami ini mengabdi bukan tahunan melainkan puluhan tahun tanpa ada tunjangan lain-lain begitu juga dengan sertifikasi. “Kalau memang ada keterbatasan umur, mengala harus diterapkan kepada kami. Apakah kami tidak layak untuk menjadi PNS atau ada hal keberatan lain sehingga muncul peraturan yang jelas sangat merugikan kami. Mungkin untuk CPNS Umum bisa diterapkan hal itu, tapi untuk kami itu sama dengan penindasan hak kami untuk menjadi PNS,” kata Khaidar.
Kami tidak meminta banyak kepada pemerintah. Kami hanya imgin pemerintah bisa melihat kami, pengabdian kami, perjuangan kami, dan kinerja kami selama ini. Jadi eajar bila kemudian kami meminta kepada pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU yang merugikan kami sebagai guru honorer K2. “Kami ingin kejelasan status kami dan kami tidak ingin terus menerus mengantongi SK dari Kepala Sekolah yang legalitasnya sangat terbatas,” pungkas Toto. (Ki Agus N. Fattah).