Pekanbaru | Kontroversinews.- Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Riau menyatakan laporan terkait pengungsi dan pencari suaka yang melakukan prostitusi lelaki, atau gigolo, di Kota Pekanbaru hingga kini belum bisa dibuktikan kebenarannya.
“Pengungsi jadi gigolo belum bisa dibuktikan. Kalau memang polisi punya informasi seperti itu, tangkap saja mereka. Gigolo belum ada, tapi (pengungsi) ‘kumpul kebo’ ada,” kata Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Riau Surya Pranata kepada Antara di Pekanbaru, Rabu.
Terkait kasus “kumpul kebo” atau hubungan intim di luar pernikahan memang ada terjadi karena pihaknya menerima laporan dari seorang perempuan di Pekanbaru. Perempuan yang tidak disebutkan identitasnya itu menjalin hubungan asmara dengan seorang pengungsi, yang akhirnya merasa menyesal karena pengungsi pria yang dikencaninya menuntut macam-macam.
Menurut Surya Pranata, kasus seperti itu sebenarnya bisa dihindari apabila masyarakat, terutama kaum hawa, jangan cepat tergoda melihat pengungsi dan pencari suaka yang rata-rata bertubuh tegap, ganteng dengan wajah rupawan khas orang Arab.
Meski pemerintah tidak seharusnya menghalangi orang untuk punya perasaan cinta terhadap lawan jenis, namun berhubungan asmara dengan pengungsi dan pencari suaka lebih banyak kerugiannya.
“Nasib pengungsi itu kan belum jelas. Kalau dia sudah dapat status warga negara dari negara tujuannya tentu tidak masalah,” katanya.
Pekanbaru termasuk lima besar dari 11 daerah di Indonesia yang banyak terdapat pengungsi dan pencari suaka. Saat ini ada 1.176 orang imigran di Pekanbaru, yang sekitar 70 persen berstatus pengungsi dan sisanya masih dalam proses mencari suaka.
Mereka paling banyak berasal dari Afghanistan, yakni mencapai 930 orang. Kemudian ada dari Irak 35 orang, Iran 20 orang, Palestina 59 orang, Sudan 40 orang, Myanmar Rohingnya 40 orang, Somalia 21 orang, Pakistan 24 orang, Srilanka 3 orang, Bangladesh 2 orang, serta dari Yordania dan Suriah masing-masing 1 orang.
Mereka yang sudah mendapat status pengungsi dari UNHCR dan pencari suaka kini bermukim di delapan rumah komunitas (community house/CH) di Kota Pekanbaru. Keberadaan mereka untuk berinteraksi dengan warga Indonesia tidak bisa dihindari karena mereka bisa beraktivitas di luar ruangan dan pada jam 20.00 WIB harus sudah berada di CH.
Para pengungsi tidak ditempatkan lagi di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru apalagi banyak dari mereka sudah berkeluarga dan punyak anak. “Mereka kan manusia juga, hanya statusnya saja pengungsi dan tidak bisa kita mengurung mereka seperti dipenjara,” katanya.
Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Rudenim Pekanbaru, Samudra Simamora, mengatakan Rudenim kini secara bertahap akan dikosongkan dari para pengungsi. Tempat itu nantinya hanya akan menampung pengungsi yang bermasalah.
Kini ada sekitar 56 orang pengungsi dan pencari suaka di Rudenim, termasuk delapan orang yang menjalani hukuman isolasi karena melakukan pelanggaran. Mereka yang melakukan pelanggaran ditempatkan di sel khusus yang dikunci, sedangkan pengungsi lainnya masih bisa beraktivitas meski dibatasi.
“Yang kini menjalani hukuman itu mereka yang melakukan pelanggaran, diantaranya seperti terlambat pulang ke CH dan ada juga yang ditangkap karena mengendarai motor,” ujarnya.
Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Pengungsi dari Luar Negeri, lanjutnya, tugas Rudenim kini bertambah yaitu melakukan pengawasan terhadap pengungsi dan pencari suaka yang berada di CH.
“Kita melakukan patroli rutin secara bergantian siang dan malam,” kata Samudra
Sumber: antara