SENTANI (Kontroversinews.com) – Saat Danau Sentani mulai surut, ketika itulah sejumlah batu peninggalan prasejarah terlihat jelas. Masyarakat menyebutnya batu beranak, karena seperti melambangkan keluarga.
Tiga batu berjejer di pinggiran danau wilayah Kampung Kwadeware, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, memang tampak seperti satu keluarga. Batu paling besar dianggap sebagai batu laki-laki, lalu ada batu perempuan dan batu anak. Sebagian warga meyakininya sebagai jelmaan nenek moyang Suku Tutari Sentani.
Peneliti dari Balai Arkeologi Provinsi Papua, Hari Suroto mengatakan, batu ini merupakan benda purbakala peninggalan zaman megalitik yang berada di Danau Sentani. “Saat air danau surut, batu-batu ini terlihat muncul di permukaan,” kata Hari di Kota Sentani, Kabupaten Jayapura pada Oktober 2020 lalu yang dikutip dari Laman iNews.
Hari mengatakan, pada musim kemarau, permukaan danau yang terletak di Kabupaten Jayapura itu surut karena pasokan air dari sumber mata air Cyclops berkurang. Namun saat air Danau Sentanin sedang pasang, batu prasejarah ini hanya terlihat samar-samar. Penemuan benda bersejarah ini pun sempat membuat geger warga.
Menurut dia, keberadaan Batu Beranak di Danau Sentani ini diduga sengaja dibawa oleh penduduk di zaman dulu dari Kaki Gunung Cyclop untuk tujuan tertentu. Sebab jenis Batu Beranak tidak sama dengan jenis bebatuan di sekitar danau. Benda ini didapatkan di Pegunungan Cyclops, jenis batuan beku peridotit.
“Posisi batu ini berdiri, jadi memang ada unsur kesengajaan. Maksudnya memang orang yang membawanya ke danau kemudian diberdirikan,” kata Hari Kepala Balai Arkeologi Papua, Gusti Made Sudarmika mengatakan, batu ini peninggalan zaman megalitik. Saat itu manusia menjadikan batu besar sebagai tempat pemujaan.
Bukan hanya batu beranak ini, sejumlah situs zaman prasejarah juga sudah banyak ditemukan di Kabupaten Jayapura. Di antaranya Situs Tutari di Distrik Waibu, Menhir di bawah kaki Gunung Cyclop dan sejumlah penemuan lainnya.***AS