Kuningan, Kontroversinews | Kisruh program ketahanan pangan Desa Karangtengah, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan, hingga akhir tahun tak kunjung digelar, diduga dipicu konflik kepentingan di internal Pemerintah Desa (Pemdes) Karangtengah.
Setelah ramai diberitakan beberapa media terkait anggaran ketahanan pangan tersebut, pihak Pemerintah Daerah melalui Kecamatan dan BPMD (PUEM) melakukan inspeksi mendadak ke Desa Karangtengah. Dari hasil penelusuran, akar persoalan rupanya berada pada struktur pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Namun yang mengundang tanda tanya besar adalah keputusan seluruh pengurus Bumdes lama yang mendadak menyatakan mundur. Tak lama setelah itu, proses pembentukan pengurus baru berlangsung sangat cepat tanpa informasi terbuka mengenai rekrutmen maupun seleksi.
Pada Jumat, 28/11/2025, seorang warga Desa Karangtengah—yang meminta identitasnya dirahasiakan—menyampaikan keterangannya kepada awak media.
“Pengurus Bumdes lama tiba-tiba mundur. Saat saya tanya, mereka mengaku ada konflik dan proposal realisasi program diduga sengaja dipersulit. Anehnya, tanpa ada pembukaan rekrutmen atau seleksi, tahu-tahu sudah muncul pengurus Bumdes yang baru. Proposal kerja yang sebelumnya untuk kambing, tiba-tiba berubah menjadi sapi. Diduga ada penunjukan langsung,” ungkapnya.
Warga tersebut juga menyampaikan kekhawatirannya.
“Saya kasihan dengan pengurus baru. Pengurus Bumdes itu harus benar-benar punya kemampuan dan SDM memadai. Kalau hanya asal tunjuk, nanti ketika muncul masalah, mereka yang akan menanggung konsekuensi hukumnya,” ujarnya.
Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Gibas Kuningan, Bung Manap, memberi komentar keras.
“Jika benar pengurus Bumdes baru dibentuk secara kilat dan diduga ada rekayasa untuk menjadi boneka oknum tertentu yang ingin memainkan anggaran Bumdes, kami (Gibas) meminta semua stakeholder—mulai dari Kecamatan, BPMD, hingga Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Inspektorat, Tipikor Polres, dan Kejaksaan Negeri Kuningan—untuk memantau perkembangan dan realisasi penggunaan anggaran ketahanan pangan serta anggaran Bumdes Desa Karangtengah,” tegasnya.
Gibas Kuningan juga berkomitmen untuk mengawasi penggunaan anggaran tersebut.
“Jika pada akhir 2025 ditemukan indikasi tindak pidana korupsi dalam penggunaan anggaran Bumdes, saya tidak segan melaporkannya kepada APH.”
Ia pun mengingatkan pengurus Bumdes yang baru.
“Hati-hati. Jangan mau dijadikan boneka. Semua anggaran Bumdes itu penguruslah yang bertanggung jawab secara hukum. Pemdes hanya sebagai pemberi permodalan, jadi ketika ada penyimpangan, pengurus yang akan menanggung akibatnya.”
Menurutnya, pengurus Bumdes harus memiliki SDM yang kompeten, kreatif, dan mampu memajukan ekonomi masyarakat Desa Karangtengah, bukan sekadar pengurus pasif yang mudah dikendalikan pihak tertentu.
Ke depan, Manap menegaskan bahwa anggaran Bumdes Desa Karangtengah harus diawasi bersama—oleh media, ormas, LSM, hingga seluruh masyarakat.
“Biasanya, proses yang berlangsung secepat kilat rawan terjadi penyelewengan.”
Ia menutup dengan peringatan keras.
“Sudah banyak contoh kepala desa dan perangkat desa yang masuk bui karena berani memainkan anggaran desa. Jangan sampai orang lain yang menikmati ‘nangkanya’, tapi pengurus Bumdes yang kena getahnya. Ketika sudah masuk bui, penyesalan tidak ada gunanya,” pungkasnya. ***








