Konflik di Papua, Masyarakat Sipil Hidup Penuh Rasa Takut dan Trauma

- Pewarta

Minggu, 19 September 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM) Theo Hesegem.  (Foto: Ist)

Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM) Theo Hesegem. (Foto: Ist)

PAPUA (Kontroversinews.com) – Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM) Theo Hesegem turut berduka atas meninggalnya warga masyarakat sipil atas konflik yang belakangan terjadi.

Terlebih, petugas medis juga jadi korban meninggal di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.

“Sampai hari ini ratusan jiwa masyarakat sipil di Papua telah meninggal dunia. Hak mereka untuk bebas hidup di atas Tanah Papua telah diakhiri dengan kematian,” kata Theo Hesegem, pada merdeka.com, Sabtu (18/9).

Perang yang sedang berlangsung di Papua, kata dia, dipicu peristiwa kekerasan terhadap karyawan PT. Istaka Karya 2018 lalu di Kabupaten Nduga. Hingga kini, konflik terus memanas.

“2021 Perang masih terus dilanjutkan dan terjadi di beberapa kabupaten seperti, Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak, Timika, Yahukimo, Maybrat dan Pegunungan Bintang,” ujarnya.

Teranyar, kontak senjata kembali terjadi di Kabupaten Pegunungan Bintang. Akibat konflik ini, seorang petugas kesehatan, Gabriella Melaini meninggal dunia.

Hesegem menegaskan, petugas kesehatan, guru, jurnalis yang sedang bekerja sudah seharusnya diberikan akses bebas, bukan menjadi target. Karena profesi tersebut dalam rangka melayani masyarakat di Papua.

“Karena hukum humaniter Internasional juga menjamin sebagai petugas kesehatan, guru dan wartawan harus bebas dari ancaman penghilangan atau ancaman pembunuhan. Karena tugas mereka adalah melakukan pelayanan terhadap publik,” kata dia.

Konstelasi konflik yang terjadi saat ini, kata Hesegem semakin panas. Bahkan, sulit untuk membedakan mana musuh dan mana teman. Sehingga baik antara OPM maupun TNI/Polri tak tahu secara pasti mana yang perlu dilindungi.

Diketahui, OPM kerap menuding guru dan pekerja di Papua sebagai intelijen TNI. Sementara TNI/Polri juga kesulitan membedakan OPM karena berbaur dengan masyarakat sipil.

Berita Terkait

Pemkot Cirebon Ikuti Tahap Verifikasi Nasional Kota Sehat, Dorong Pembangunan Inklusif dan Berkelanjutan
Dugaan Manipulasi Zonasi dan Afirmasi, Tiga SMAN Kuningan Disorot FKGOL
Maraknya Peredaran Obat Tramadol Di Duga Karna Mandulnya Penegakan Hukum Di Kabupaten Bandung Barat
BPKH berangkatkan ratusan warga Garut balik bareng ke Jakarta
Kapolda Jatim Sebut Puncak Arus Balik Lebaran Sabtu dan Minggu
Sebagian Jalur Nagreg Diberlakukan Lajur 3:1 Akomodir Pemudik
Peringati Nuzulul Quran, Sejumlah Ormas se-Kab Bandung Ikuti Cerdas Cermat Al Quran
Apresiasi dan Bonus Fantastis Rp6,5 Miliar dari Bupati Bandung untuk Atlet dan Pelatih Peraih Medali PON XXI dan Peparnas Aceh-Sumut 2024

Berita Terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 11:42

Dugaan Manipulasi Zonasi dan Afirmasi, Tiga SMAN Kuningan Disorot FKGOL

Senin, 5 Mei 2025 - 13:14

Maraknya Peredaran Obat Tramadol Di Duga Karna Mandulnya Penegakan Hukum Di Kabupaten Bandung Barat

Minggu, 6 April 2025 - 21:16

BPKH berangkatkan ratusan warga Garut balik bareng ke Jakarta

Sabtu, 5 April 2025 - 14:37

Kapolda Jatim Sebut Puncak Arus Balik Lebaran Sabtu dan Minggu

Sabtu, 29 Maret 2025 - 21:53

Sebagian Jalur Nagreg Diberlakukan Lajur 3:1 Akomodir Pemudik

Berita Terbaru