Konflik di Papua, Masyarakat Sipil Hidup Penuh Rasa Takut dan Trauma

oleh
oleh
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM) Theo Hesegem. (Foto: Ist)

Celakanya, konflik yang terjadi saat ini sudah bukan lagi di pedalaman hutan dan pegunungan. Tapi sudah memasuki perang terbuka di dalam kota. Sehingga, potensi masyarakat sipil menjadi korban semakin nyata di depan mata.

Hesegem mengungkap, masyarakat sipil saat ini, baik orang asli Papua atau pendatang, hidup penuh dengan rasa takut, dan trauma yang luar biasa. Mereka tidak tenang menjalani aktivitas sehari-hari, karena selalu mengalami rasa takut.

“Masyarakat sipil yang selalu hidup dengan penuh rasa takut dan trauma di daerah konflik tak ada obat yang bisa diberikan kepada mereka untuk menyembukan rasa takut dan trauma yang dimaksud. Apalagi bagi keluarga yang merasa telah kehilangan dengan berujung kematian? Mungkin akan muncul kebencian disertai dengan caci maki terhadap pelaku konflik kekerasan,” kata dia.

Dia pun mendorong, tindakan konkret dari Pemerintah pusat untuk menyudahi kekerasan yang berkepanjangan di Tanah Papua. Hal ini penting, kata dia, karena semua kebijakan ada di pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Jokowi.

Dia mengaku sangat sedih melihat pemerintah seolah tidak peduli menyelesaikan konflik kekerasan di Papua. Dia tidak setuju dengan sikap pemerintah pusat yang malah memperbanyak pengiriman pasukan TNI/Polri ke Papua yang dinilainya memperuncing konflik.

“Kebijakan ini sangat keliru, kekerasan tidak pernah akan berakhir apabila terjadi berlawanan antara kedua bela pihak dengan kekuatan yang mengandalkan senjata. Kekerasan akan berakhir kecuali ada kesepakatan kedua belah pihak yang hendak melakukan perdamaian,” seru dia.

Hesegem melihat, konflik di Papua tidak akan pernah berakhir. Sebab, antara TNI/Polri dan OPM saling mempertahankan ideologinya masing-masing. Dampaknya, masyarakat sipil berjatuhan.

Kecuali, ada pertemuan antara elite politik Papua merdekahnm dan elit dari pemerintah Indonesia yang dapat mengatakan kesepakatan perdamaian sesuai dengan standar-standar penyelesaian konflik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *