31 Kades Deklarasikan Sikap Menolak Segala Bentuk Money Politics

- Pewarta

Rabu, 11 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SOREANG | Kontroversinews – Bawaslu Kabupaten Bandung menginisiasi pembentukan 31 Desa Anti Politik Uang menghadapi pelaksanaan Pilbup Bandung 2020. Pembentukan Desa Anti Politik Uang ini guna mempersempit ruak gerak aksi politik uanG dan mencegah adanya politik transaksional.

Desa Anti Politik Uang ini terbentuk setelah 31 kepala desa dan perwakilannya mendeklarasikan sikap untuk berkomitmen menolak segala bentuk money politics di wilayahnya masing-masing.
Deklarasi dilakukan di Hotel Sutan Raja, Rabu 11 Maret 2020 dilanjutkan dengan penandatangan deklarasi tersebut oleh seluruh kepala desa dan perwakilannya.

Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Kabupaten Bandung, Hedi Ardia menuturkan, kepala desa dinilai sebagai salah satu aktor politik yang mempunyai peranan penting dalam memutus politik transaksional tersebut.

Menurutnya, gerakan Desa Anti Politik Uang ini merupakan pilot project bagi wilayah-wilayah lainnya. Para kepala desa yang dipilih untuk bergabung dalam program ini merupakan rekomendasi yang disampaikan oleh Panwaslu kecamatan yang tersebar di 31 kecamatan.

“Setelah mereka menyatakan sikapnya juga kami langsung sampaikan mengenai landasan filosofis, yuridis dan sosiologis dengan langsung memberikan sosialisasi saat itu juga mengenai bahaya politik uang yang bisa merusak bangungan demokrasi bagi kepala desa,” kata Hedi.

Kepala desa saat penandatanganan Deklarasi sebagai sikap untuk berkomitmen menolak segala bentuk money politics , di Hotel Sutan Raja, Rabu 11 Maret 2020. Kontroversinews.com || Lee

Keberadaan desa anti politik uang ini selanjutnya diharapkan bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat mengenai bahaya politik uang yang bisa diancam pidana.

Dalam ketentuan pasal 187A Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 dinyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu akan dipidana dengan pidana penjara.

“Sanksinya paling singkat hukuman penjara selama 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 ribu dan paling banyak Rp1 milliar,” kata dia.

Pidana yang sama, lanjut Hedi, diberika kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerima pemberian atau janji seperti ketentuan pasal tersebut.

“Melalui desa anti politik uang diharapkan kepala desa bisa ikutnya mengingatkan warganya bahwa terjadinya kecurangan dan pelanggaran Pemilu bisa diawasi dan dicegah dengan dilaporkan ke Bawaslu dan identitas pelapor bisa kami rahasiakan,” ujarnya.

Disamping secara yuridis memang melanggar, fakta sosiologis hasil penelitian yang dilakukan Edward Aspilnall dan Warb Berenschot juga menurut Hedi perlu dipahami bagaimana operasionalisasi para politisi memenangi pemilihan dengan mendistribusikan projek-projek berskala kecil, memberukan uang tunai atau barang kepada para pemilih.

Mereka mendapatkan dana untuk membiayai kampanye mereka dengan memperjual-belikan kontrak, perizinan dan manfaat-manfaat lainnya dengan para pengusaha.
Mereka juga terlibat dalam pertarungan yang tak ada ujungnya dengan politisi saingan mereka dan dengan birokrat untuk merebut kendali atas sumber-sumber daya negara dalam rangka membiayai kegiatan politik mereka.

Politisi Indonesia disebut-sebut lebih bergantung pada struktur organisasi yang bersifat ad hoc dan personal, yang dikenal dengan sebutan “tim sukses” ketimbang partai.
Hubungan yang terjalin bisa berbasis kekerabatan, pertemanan, jaringan usaha, agama atau suku. Disamping itu, birokrat juga dianggap memegang kendali atas sumber daya negara dan merupakan aktor kunci dalam kampanye pemilihan.

“Tentu kita tidak ingin pesta demokrasi bukan sekadar demokrasi prosedural saja. Tapi, prinsip-prinsip demokrasi itu bisa ditegakkan sehingga pada akhirnya masyarakat pun bisa sejahtera karena pemimpinnya memang bersih dan punya komitmen terhadap rakyatnya bukan kelompoknya,” pungkasnya.(Lily Setiadarma)

Berita Terkait

Meritokrasi di Antara Harga Jabatan
Ujian Pertama Pengurus Baru PKS Kuningan: Mampukah Menuntaskan Kasus Lama?
Ada Misi Besarkah? Kursi Sekda Dibiarkan “Marakayangan”
Silaturahmi Gerindra Kuningan Diwarnai Sindiran Tajam Ketua DPD Jabar
Panglima Laskar Kuda Putih Minta Pihak Luar Tak Berspekulasi Soal Konflik Kasepuhan
Muscab VI PBB Kabupaten Bandung, Siap Kawal Bedas Jilid Dua
Aide Keihl Dampingi Sultan Sepuh Cirebon Pangeran Heru R. Arianatareja dalam Kunjungan ke Arsip Nasional
Hj. Tia Fitriani Menyapa Warga Baros

Berita Terkait

Selasa, 11 November 2025 - 18:21

Meritokrasi di Antara Harga Jabatan

Jumat, 22 Agustus 2025 - 20:37

Ujian Pertama Pengurus Baru PKS Kuningan: Mampukah Menuntaskan Kasus Lama?

Senin, 4 Agustus 2025 - 07:10

Ada Misi Besarkah? Kursi Sekda Dibiarkan “Marakayangan”

Sabtu, 12 Juli 2025 - 17:51

Silaturahmi Gerindra Kuningan Diwarnai Sindiran Tajam Ketua DPD Jabar

Senin, 30 Juni 2025 - 12:53

Panglima Laskar Kuda Putih Minta Pihak Luar Tak Berspekulasi Soal Konflik Kasepuhan

Berita Terbaru