CIANJUR | Kontroversinews – PARA pengrajin gula aren di Cianjur Selatan jujur mengaku resah. Pasalnya, gula aren yang selama ini mereka produksi harganya di pasar ternyata tak kunjung selangit. Padahal, proses pembuatan barang rasa legit itu sulit.
Begitulah diungkapkan Sukandi, salah seorang pembuat gula aren di Kp. Datar Kondang Desa Mekar Jaya Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur.
Pria usia 60 tahun itu mengaku sudah menggeluti usaha pembuatan gula aren selama 15 tahun. Dalam kurun waktu itu, kata dia, memang adakalanya dalam setahun hanya dilakukan tiga bulan sekali. Penyebabnya, tak lain Langari atau Pohon Aren tidak selamanya menghasilkan air Lahang (bahan pembuat gula aren).
“Pengambilan air lahang dilakukan sebanyak dua kali dalam satu hari, yaitu pada pukul 06.00 WIB dan pada pukul 16.00 WIB,” ujar Sukandi saat di wawancara via telpon , Selasa (12/5).
Untuk proses pencetakan gula aren, lanjut Sukandi, tergantung dari jumlah air lahang yang diperoleh. Jika air lahang yang diperoleh banyak maka proses pencetakan bisa dilakukan sehari sekali, sebaliknya jika air lahang yang dihasilkan sedikit, maka proses pencetakan gula aren hanya bisa dilakukan dua hari sekali.
Sukandi menuturkan bahwa dengan adanya pandemi Virus Corona (Covid 19), proses pengambilan air lahang tidak terganggu. Begitupun juga dengan jumlah konsumennya, yang dirasa tidak mengalami penurunan, sebab sudah ada pengepul yang membeli langsung ke pengusaha gula aren.
Sukandi tak menampik jika jumlah konsumen di pasar mengalami penurunan karena memang beberapa pasar sudah ditutup, tetapi hal tersebut hanya berdampak pada pengumpul. Gula aren ini dijual ke Pasar Ciwidey dan Pasar Induk Caringin.
“Dampak negatif dari adanya pandemi Virus Corona (Covid 19) terhadap usaha gula aren, yaitu membuat harga gula aren mengalami penurunan. Saat ini, harga gula aren tergantung dari pengepul, yaitu Rp. 14.000,” lanjut Sukandi.
Sukandi menjelaskan proses pembuatan gula aren yaitu dimulai dari pengambilan air lahang dari pohon aren. Kemudian, air lahang itu dipanaskan hingga menjadi wedang (air lahang yang sudah mendidih dan kadar airnya menyusut). Sukandi biasa mengambil air lahang dengan menggunakan lodong (wadah yang dibuat dari bambu). Setelah lodong digunakan maka langsung dicuci dan dilakukan pengasapan langsung terhadap lodong tersebut (dipuput), yang tujuannya untuk menghilangkan bau asam atau tidak basi.
“Intinya lodong disterilkan dengan cara dipuput, sehingga tidak menimbulkan bau asam,” tutur Sukandi yang tinggal di Kp. Datar Kondang Desa Mekar Jaya Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur.
Lanjut Sukandi untuk proses pembuatan gula aren di bantu istrinya Ronah ( 55 ) yang dengan tekun memorises Air lahang terus dipanaskan hingga mendidih menjadi berwarna kecoklatan. Agar air lahang semakin berwarna gelap maka ditambahkan kemiri. Hingga pada air lahang tersebut bertekstur lebih kental dan sehingga lebih mudah dilakukan pencetakan, yang menggunakan Ganduan yaitu alat cetak gula yang terbuat dari bambu, dengan ukuran yang bervariasi. Setelah dimasukan ke pencentakan maka didiamkan selama beberapa menit, hingga suhunya menjadi dingin dan bisa dilepaskan dari cetakan.
“Tidak jarang ada pembuat gula aren, yang mencetak menggunakan ember hingga takarannya mencapai 30 kilogram,” jelas Sukandi.
Kendala dalam menjadi pengusaha pembuat gula aren yaitu proses pengambilan air lahang dari pohon aren yang cukup sulit, ditambah mayoritas sudah berusia lanjut. (Lily Setiadarma)