Kuningan, Kontroversinews — Gagal bayar atau tunda bayar Pemda Kuningan tahun 2024 yang menyisakan piutang sebesar Rp94 miliar, membuat pemerintah daerah mengambil langkah taktis dengan mengajukan pinjaman ke Bank BJB.
Lembaga Pemantau Korupsi Nasional (LPKN) DPD Jawa Barat, melalui ketuanya, Bang Jhoni Panne, menyoroti kebijakan tersebut. Melalui sambungan telepon pada Minggu (17/8/2025), ia menyampaikan hasil investigasi tim LPKN wilayah III Jawa Barat.
Menurutnya, pada tahun 2025 Pemda Kuningan melakukan pinjaman ke Bank BJB dalam dua tahap: tahap pertama sebesar Rp25 miliar dan tahap kedua sebesar Rp74 miliar, dengan persetujuan DPRD Kuningan. Pinjaman ini dimaksudkan untuk menutupi gagal bayar tahun 2024 senilai Rp94 miliar.
“Namun, berdasarkan data yang masuk ke LPKN, dari total pinjaman Rp99 miliar, baru Rp50 miliar yang dibayarkan untuk menutupi gagal bayar. Sisanya, Rp44 miliar, tidak jelas penggunaannya,” ungkap Jhoni Panne.
Ia menegaskan, dana tersebut adalah uang publik yang seharusnya transparan penggunaannya. “Rp44 miliar itu jumlah yang besar. Pemda Kuningan wajib membuka ke publik kemana anggaran itu dipakai,” tambahnya.
Jhoni juga mempertanyakan sikap DPRD Kuningan yang dinilai diam terhadap sisa anggaran Rp44 miliar tersebut. “Jangan sampai masyarakat berasumsi negatif bahwa DPRD bermain mata dengan Pemda, karena tidak ada reaksi apapun terkait sisa anggaran itu,” tegasnya.
LPKN mendesak DPRD agar menjalankan fungsi pengawasannya sebagai mitra eksekutif. “Jangan hanya diam, apalagi kalau diamnya karena kepentingan hak-hak internal dewan, seperti pokok-pokok pikiran (Pokir),” sindirnya.
Lebih lanjut, Jhoni menyinggung persoalan lain, seperti kisruh hasil open bidding (OB) Sekda, di mana hak interpelasi DPRD tidak dijalankan.
“Padahal sisa pinjaman BJB Rp44 miliar ini jelas harus dipertanggungjawabkan penggunaannya. DPRD mestinya ikut mengawasi agar publik tahu anggaran itu dipakai untuk apa saja,” pungkasnya. ***