Kuningan, Kontroversinews | Kerusakan lingkungan di Kuningan semakin mengkhawatirkan. Kekhawatiran warga sekitar Gunung Ciremai atas pembangunan yang dinilai tak terkendali mendapat sorotan serius dari Ketua BARAK, Nana Rusdiana S.IP.
Menurut Nana, ancaman bencana hari ini tidak lagi menunggu musim. Risiko justru muncul setiap hari, lahir dari akumulasi tekanan ekologis dan tata kelola ruang yang diduga bermasalah. Banjir, longsor, cuaca ekstrem, hingga gempa bumi kini membayangi hampir seluruh wilayah Indonesia.
“Potensi bencana di Kuningan tinggal menunggu siapa yang akan menjadi korban,” tegas Nana di Sekretariat BARAK, Kamis (11/12/25).
Ia menekankan pentingnya mempertemukan unsur pemerintah, legislatif, dan organisasi masyarakat sipil untuk membaca ulang akar persoalan kebencanaan di Kabupaten Kuningan—bukan sekadar membahas kejadian bencana setelah terjadi.
Nana juga menyoroti analisis kebencanaan BPBD Jawa Barat yang menyebut bahwa tidak ada satu pun kabupaten/kota di Jawa Barat yang bebas dari ancaman bencana berdasarkan Kajian Risiko 2025–2029. Jawa Barat berada dalam zona ancaman berlapis: banjir, banjir bandang, longsor, kekeringan, kebakaran hutan, cuaca ekstrem, gempa bumi, hingga tsunami. “Ini harus menjadi perhatian serius,” ujarnya.
Namun bagi Nana, persoalan bencana tidak semata tentang besarnya ancaman alam, tetapi juga tentang kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam meresponsnya. Ia menekankan bahwa pendekatan berbasis komunitas sangat penting, karena ketangguhan tidak bisa sepenuhnya digantungkan kepada negara.
Masalah perizinan dan lemahnya pengawasan disebut Nana sebagai sumber persoalan yang terus berulang. Pemerintah daerah sering berada dalam dilema antara mengejar Pendapatan Asli Daerah dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Ketimpangan penguasaan lahan serta lemahnya penegakan hukum lingkungan menjadi akar yang memperparah risiko kebencanaan.
Nana menegaskan perlunya membangun budaya ketangguhan, bukan sekadar menjadikannya proyek seremonial. Peningkatan pengetahuan, pengawasan, dan kesiapsiagaan masyarakat harus menjadi kesepakatan bersama.
“Ketangguhan adalah budaya baru yang harus dibangun, bukan proyek,” tegasnya.
Pada akhirnya, bencana bukan sekadar peristiwa alam. Ia adalah cermin dari cara manusia mengelola tanah, air, dan masa depan generasinya. ***








