Kab Bandung | Kontroversinews.- Doni Gusman (23), warga Kampung Bojong Raya, Desa Pangalengan, Kabupaten Bandung tengah serius mendengarkan materi dari instruktur di kelas Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Wirakarya di jalan Raya Ciparay, Senin (13/8). Sesekali, ia bertanya langsung jika terdapat hal yang belum dimengerti dan membingungkan.
Lelaki yang pernah berjualan pakaian di Pasar Pangalengan dan sales ini tengah mengikuti pelatihan kerja selama 40 hari yang diselenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung. Ia belajar tentang bahasa dan budaya Jepang dengan harapan ke depan bisa bekerja di Jepang.
“Sejak lulus SMA langsung bantu orang tua dagang pakaian di Pasar Pangalengan. Sempat menjadi sales,” ujarnya kepada Republika saat ditemui di LPK Wirakarya, Ciparay, Kabupaten Bandung, Senin (13/8).
Ia menuturkan, awal mula mengetahui tentang program pelatihan tersebut dari brosur yang diedarkan LPK Wirakarya. Terlebih, dirinya berminat dengan negara Jepang sebab orangnya ramah, memiliki kota yang bagus dan sering menonton film Jepang.
Awal Juli kemarin, dirinya mengikuti seleksi tes tulis selama tiga hari kemudian dilanjutkan dengan tes kesehatan. Setelah dinyatakan lulus, ia mengatakan langsung masuk asrama dan mulai belajar di kelas sejak 13 Juli.
Beres mengikuti pelatihan, Doni mengaku akan mengikuti tes bahasa yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang. Setelah dinyatakan lulus kemudian diseleksi kembali oleh perusahaan-perusahaan yang berminat menggunakan jasanya untuk dimagangkan.
“Sebelumnya, belum pernah ngikutin (pelatihan) baru pertama. Kalau reguler biayanya harus sendiri, ini ada kesempatan, kenapa gak dicoba,” ungkapnya.
Ia berharap, setelah mengikuti pelatihan, bisa langsung bekerja di Jepang. Apalagi penghasilannya lebih besar. Katanya, mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan Pemkab Bandung dan bisa bekerja di Jepang merupakan jembatan memperoleh apa yang dicita-citakan.
Sementara itu, Fahmi Ihsan (23), warga Kampung Pasirpogor, RT 01 RW 07 Desa Padaulun, Kecamatan Majalaya mengaku meninggalkan pekerjaan sebelumnya sebagai guru di MTS Sekolah Cinta Ilmu di Baleendah pada 2017 lalu. Kemudian, memutuskan mengikuti pelatihan kerja ke Korea selama 40 hari di LPK Seoul-INA yang dikelola Mamat Rahmat.
“Sebulan lebih disini, alhamdulillah banyak yang didapat, termasuk nginep di asrama meski awalnya sempat kesulitan adaptasi,” katanya.
Ia yang mengenyam pendidikan S1 di Universitas Pasundan ini tertarik bekerja di Korea setelah mendengar cerita tentang negara ginseng tersebut dari saudaranya. “Awalnya dengar dari saudara, ada program pelatihan bahasa untuk kerja ke Korea. Terus dengar soal kesempatan (kerja) disana, suasananya sehingga akhirnya termotivasi,” katanya.
Dirinya menuturkan jika saudaranya tersebut pernah bekerja di Korea selama.8 tahun dan sekarang sudah menetap kembali di Indonesia. Katanya, penghasilan yang besar di Korea menjadi faktor utama ia ingin bekerja di negeri yang terkenal dengan Kpop.
“Saya disana targetnya bisa bekerja di perusahaan manufaktur tapi ke depan kalau sudah tahu kondisi inginnya bisa kerja mengajar disana,” katanya.
Salah satu instruktur LPK Wirakarya, Atep mengungkapkan gelombang pertama pelatihan kerja ke Jepang sudah bisa memberangkatkan empat orang peserta dari 100 peserta pelatihan. Sedangkan, 40 peserta lainnya tengah menunggu wawancara dari perusahaan di Jepang.
Pemilik LPK Seoul-INA di Rancaekek, Mamat Rahmat (41) mengungkapkan usai para peserta mengikuti pelatihan mereka akan mengikuti tes bahasa yang diselenggarakan oleh pemerintah Korea. Kemudian apabila lulus langsung data calon pekerja dikirim ke BNP2TKI yang berada di Korea.
“Nunggu kelulusan (ujian bahasa), kalau udah lulus nanti kirim data untuk daftar pekerjaan. Lalu ada pengembalian data dari BNP2TKI. Jarak waktu diterima kerja itu dua bulan, kalau kontrak kerja udah keluar, 99 persen pasti diterima,” ungkapnya.
Ia yang pernah bekerja di Korea selama 10 tahun mengungkapkan bekerja di Korea bukan hanya perkara penghasilan yang besar. Namun, mendidik mental para pekerja Indonesia terlebih mereka yang hendak membuat perusahaan ke depannya nanti.
“Mereka (perusahaan Korea) tidak pelit membagikan ilmu,” ungkapnya. Sebelum bekerja di Korea dulu, ia mengaku pekerjaan sehari-hari yang dilakoninya adalah pekerjaan kasar.
Ia menambahkan, dari para peserta yang usai mengikuti pelatihan terdapat beberapa yang belum lulus dan bekerja di Korea. Namun, pihaknya terus mendorong dan mengusahakan agar mereka bisa bekerja disana sebab tes pekerjaan di Korea dilakukan tiap hari.
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung mengungkapkan pelatihan kerja ke Jepang dilakukan dalam tiga tahap yaitu periode 17 April- 7 Juni, 12 Juli- 29 Agustus dan September-November mendatang. Dengan total peserta mencapai 300 orang. Sedangkan, pelatihan kerja ke Korea periode 17 April- 7 Juni dan 12 Juli-29 Agustus dengan peserta mencapai 200 orang.
Kepala Disnaker Kab Bandung, Rukmana mengatakan program pelatihan kerja ke Korea dan Jepang sudah dilaksanakan sejak 2013 dan sudah berhasil mengirimkan tenaga kerja kedua negara tersebut kurang lebih 300-400 orang. Dengan rata-rata upah minimun kurang lebih mencapai Rp 22 juta.
“Pilihannya Korea karena pengiriman tenaga kerja lewat pemerintah,” ungkapnya. Katanya, program tersebut juga upaya mengirimkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan dan kualitas yang baik.
Dirinya berharap dengan pelatihan kerja tersebut mampu mendorong tenaga kerja yang berkualitas dan bisa diserap industri. Selain itu, dengan program tersebut mampu mengurangi pengangguran di Kabupaten Bandung. (Lily Setiadarma)