Demak | Kontroversinews. – Rama Hakim Surya Alam terpaksa harus membantu ayahnya berjualan es saat teman-temannya berangkat ke sekolah. Padahal, sebagai salah seorang siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP) Negeri 2 Mranggen Demak, ia seharusnya ikut berangkat.
Namun, hampir sebulan lebih ia tidak lagi ke sekolah dan akhirnya harus membantu ayahnya berjualan es. Pasalnya, ia belum melunasi biaya seragam sekolah dan sumbangan pengembangan institusi (SPI).
Menurut penuturan ayah, Agung Kussetyo Hardono (46), Rama sempat masuk di hari pertama sekolah 16 Juli silam. Tetapi, ia disuruh pulang karena belum melunasi biaya seragam dan SPI senilai Rp 1,5 juta.
“Saya sudah titip uang Rp 150 ribu dan minta tempo pembayaran. Namun tidak diperbolehkan dan harus bayar sekaligus tanpa diangsur,” kata Agung seperti dilansir Tribunnews, Rabu (28/8/2019).
Pengakuan Ayah Rama
Menurut Agung, saat menghadap kepala Kepala SMP Negeri 2 Mranggen, dirinya minta tempo pembayaran terkait pelunasan biaya seragam dan SPI anaknya.
Saat menghadap kepala sekolah, Agung mengaku ditemani seorang guru bernama Retno. Kepala sekolah, ungkapnya, hanya diam saat ia minta tempo pembayaran uang seragam dan SPI.
Namun, Retno mengatakan jika sebelum biaya seragam dan SPI lunas, Rama dilarang masuk kelas.
“Kepala sekolah diam saja, guru yang bernama Retno itu yang memutuskan anak saya tak boleh sekolah sebelum melunasi uang seragam dan SPI,” jelasnya.
Soal Dilarang Masuk Kelas
Pengakuan ayahnya itu dibenarkan Rama. Bahkan menurutnya, ada guru yang mengatakan, jika belum bayar uang seragam, ia dilarang masuk kelas.
Sejak itulah, ia tak mau sekolah dan memilih membantu orangtuanya berjualan es buah.
Trending: 6 Hal Positif Punya Sahabat Cowok Versi Marion Jola
Saat dikonfirmasi wartawan, Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Mranggen, Ahmad Saleh berkilah jika yang menimpa Rama hanya kesalahpahaman semata.
Ia mengaku tidak melarang siswa belajar meskipun ada siswa yang melunasi biaya seragam dan SPI sebagai syarat diperolehkannya siswa ke sekolah.
“Itu kesalahpahaman antara orangtua murid dan guru di sini. Waktu itu saya tidak berada di sekolah, sedang ada acara kondangan di Demak,” kata dia.
Ahmad mengatakan jika pihaknya masih membuka pintu untuk Rama. Di sisi lain, lanjutnya, diperlukan ada komunikasi antara pihak sekolah dengan orangtua siswa.
“Masih ada tiga bangku kosong,” ungkap sang kepala Negeri 2 Mranggen Demak itu.*