BPMPTSP Pastikan Villa Adhara Tidak Kantongi IMB

oleh
oleh

Kab Bandung | Kontroversinews.- Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kabupaten Bandung memastikan jika pembangunan komplek villa Adhara di Jalan Raya Ciwidey tepatnya di RW 12 Desa Panundaan Kecamatan Ciwidey tak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pembangunan komplek villa seluas kurang lebih 1 hektar itu harus dihentikan dan disegel oleh Satpol PP.

“Sudah kami cek dari register permohonan, ternyata belum ada yang masuk. Permohonannya belum muncul, jadi belum ada perizinannya. Jangankan IMB, izin lokasi saja belum ada,”kata Kepala BPMPTSP, Ruli Hadiana, Selasa (30/10/18).

Kepala BPMPTSP, Ruli Hadiana
Kepala BPMPTSP, Ruli Hadiana

Dikatakan Ruli, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Satpol PP. Agar segera melakukan penertiban, karena memang jika dibiarkan bisa saja memimbulkan masalah dikemudian hari. Karena bisa saja terjadi berbagai pelanggaran dan pidana lingkungan.

“IMB itu fungsinya untuk pengendalian lingkungan juga. Termasuk boleh tidaknya suatu tempat dibangun, apakah boleh semuanya dibangun atau sebagian saja. Itu kan semuanya ada di dalam rekomendasi teknis yang harus ditempuh oleh pemohon izin. Kalau dilanggar dan asal saja mendirikan suatu bangunan bisa saja malah menimbulkan bencana alam,”ujarnya.

Diberitakan sebelumnya,  warga Kampung Cikembang Desa Panundaan Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung mempertanyakan pembangunan komplek villa komersil bernilai miliaran rupiah oleh PT. Adhara yang diduga tak mengantong Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan perizinan lainnya. Warga mendesak pemerintah Desa Panundaan dan Pemerintah Kabupaten Bandung segera menghentikan sementara pembangunan villa tersebut.

Salah seorang warga Kampung Cikembang RW 12, Asep mengatakan saat ini pembangunan komplek villa tersebut sudah mencapai 75 persen dan didirikan diatas lahan seluas kurang lebih 1 hektar. Berdasarkan informasi yang diterimanya, villa tersebut kurang lebih 12 unit dan dijual antara Rp 900 juta hingga Rp 1,5 miliar per unitnya. Sebenarnya, warga di kampungnya tak keberatan dengan pembangunan komplek villa tersebut, namum sayangnya sebagai warga ia merasa tak pernah mendapatkan sosialisasi dan permohonan izin dari warga sekitar.

“Kami heran pembangunan komplek villa seluas itu, kok sama sekali tidak ada sosialisasi dan permohonan izin dari warga. Padahal kan kalau ada apa termasuk dampak negatif dari pembangunan itu yang kena kami warga sekitar. Jika pemerintah desa tak segera mengambil tindakan, jangan salahkan kami warga Kampung Cikembang kalau demo ke kantor Desa Panundaan,”kata Asep di Kampung Cikembang, Minggu (28/10/18).

Asep menjelaskan alasannya hendak melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Desa Panundaan, karena menurutnya pemerintahan yang paling bertanggungjawab terhadap wilayahnya adalah pemerintahan desa. Sehingga, tidak mungkin pembangunan bisa berjalan hingga saat ini tanpa ada persetujuan dan perizinan dari pihak desa setempat. Apalagi, keberadaan komplek villa tersebut berada diketinggian, dikhawatirkan jika tidak sesuai peruntukan bisa saja menimbulkan bencana alam. Jika begitu tentu saja warga sekitar yang ada dibawah akan menjadi korbannya.

“Makanya kami minta pertanggunjawaban kepada Desa Panundaan dan pemerintahan diatasnya. Karena kalau ada apa apa yah kami warga sekitar, sehingga yah pembangunan itu harus benar benar mengikuti aturan dong,”ujarnya.

Kepala Desa Panundaan Asep Makmun membantah jika dikatakan membiarkan pembangunan komplek villa tersebut berjalan. Bahkan pihaknya meminta Satpol PP dan dinas perizinan untuk mengentikan sementara pembangunan alias menyegel tempat tersebut. Karena pihak desa pun merasa tak pernah mengeluarkan rekomendasi IMB dan perizinan lainnya. Adapun rekomandasi yang pernah dikeluarkan oleh pihak desa hanya untuk Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) saja. (Lily Setiadarma).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *