Kuningan, Kontroversinews | Terkait pemberitaan mengenai kurangnya transparansi Pemerintah Daerah (Pemda) Kuningan atas pinjaman ke Bank Jabar Banten (BJB) serta adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait anggaran tahun 2023, Kepala Bidang (Kabid) Anggaran BPKAD Kuningan, Rizki, memberikan klarifikasi pada Rabu (20/8/2025).
Rizki membenarkan bahwa Pemda Kuningan telah melakukan pinjaman ke BJB. Pada tahap pertama, sebesar Rp25 miliar telah dicairkan dan digunakan untuk pembayaran gaji ke-13, lantaran kas daerah tidak mencukupi. Sementara itu, pengajuan pinjaman sebesar Rp74 miliar masih dalam proses pencairan di BJB.
“Pinjaman Rp74 miliar itu sudah disetujui DPRD dan skemanya digunakan untuk mendanai pembangunan tahun 2025, bukan untuk menutup gagal bayar tahun 2024. Untuk gagal bayar tahun 2024, Pemda sudah membayarkan Rp70 miliar, tinggal sisa Rp26 miliar,” jelasnya.
Terkait temuan BPK RI sebesar Rp188,4 miliar pada anggaran 2023, Rizki menegaskan bahwa dana tersebut sudah diselesaikan oleh Pemda Kuningan. “Jadi sudah tidak ada masalah,” tambahnya.
Namun, penjelasan Pemda ini menuai tanggapan dari Forum Komunikasi Gabungan Ormas dan LSM (FKGOL) Kuningan, yang diwakili oleh Ketua LSM Barak Kuningan, Nana Rusdiana, S.IP.
Menurut Nana, Pemda Kuningan seharusnya lebih terbuka kepada publik mengenai pinjaman BJB. “Karena ini menyangkut uang publik, yang nantinya juga akan dibayar menggunakan uang publik,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan adanya kebijakan pemotongan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN di tengah pinjaman tersebut. “Kalau Pemda sudah meminjam ke BJB, kenapa masih ada pemotongan TPP ASN? Lalu, anggaran pemotongan itu digunakan untuk apa? Kasihan ASN di level bawah, banyak yang TPP-nya sudah diagunkan ke lembaga keuangan. Ini jelas berdampak pada kondisi ekonomi mereka,” tegasnya.
Selain itu, Nana juga menyoroti penggunaan dana Rp188,4 miliar yang menjadi temuan BPK. “Meskipun Pemda sudah membayarnya, tetap menjadi pertanyaan besar: kemana sebenarnya uang sebanyak itu? Untuk apa digunakan? Apakah benar tidak ada pejabat yang ikut menikmati? Karena pada akhirnya rakyat yang menanggung bebannya. Kondisi ini terbukti dengan kas daerah yang defisit,” tandasnya.
Ia menambahkan bahwa kebijakan Bupati Kuningan yang memangkas anggaran TPP ASN harus dilakukan secara transparan. “Jangan sampai berdalih efisiensi, tapi justru masyarakat Kuningan yang dikorbankan,” ujarnya.
Menurutnya, transparansi dan komunikasi efektif dari Pemda menjadi hal yang sangat penting. “Seribu regulasi melawan regulasi tidak akan menyelesaikan masalah. Yang dibutuhkan adalah komunikasi yang efektif agar tercipta solusi dan menjaga kondusivitas,” pungkas Nana. **