Selama proses seleksi berjalan, tersangka kembali menghubungi korban dan meminta uang tambahan. “Tersangka minta tambahan Rp19 juta dengan alasan seleksi terhambat situasi pandemi,” imbuhnya. Belum juga ada hasil, tersangka kembali mendatangi korban. Pada pertemuan kali ketiga, tersangka memberi kabar bahwa anak korban akan lulus seleksi dengan syarat memberikan uang tambahan Rp10 juta.
Bahkan, tersangka datang dengan membawa surat salinan SK pengangkatan anak korban. SK itu bisa ditebus dengan jaminan uang Rp10 jut. Setelah memberikan uang terakhir untuk menebus salinan SK pengangkatan anaknya, korban datang ke Kantor Wilayah Kemenkumham RI NTB. Tujuannya adalah mengonfirmasi agenda pelantikan.
Yang didapat korban justru kekecewaan. Pasalnya, staf Kemenkumham menyatakan bahwa anaknya tidak terdaftar dalam deretan nama yang lulus seleksi. “Ternyata surat SK itu palsu yang dibuat sendiri oleh pelaku di warnet dengan format surat yang didownload dari internet. Tanda tangannya juga dipalsukan,” paparnya Kompol Budi Astawan pada Antara.
Yang mengejutkan korban, belakangan pihak kepolisian mengatakan, DN bukan seorang ASN atau yang bekerja di Kemenkumham RI. ***AS