SOREANG || Kontroversinews – Tabungan Kotak Mas pernah menjadi produk simpanan primadona dari BPR Kerta Raharja pada saat masih bernama Bank Karya Produksi Desa (BKPD) sekitar tahun 90-an.
Pimpinan Divisi Pemasaran BPR Kerta Raharja H.Abdul Aziiz Jayawisastra Drs,CRBD,M.Si., menceritakan pembentukan Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan Lumbung Produksi Desa (LPD) di Jawa Barat adalah berdasarkan SK Gubernur nomor 40 tanggal 31 Desember1965 dengan tujuan untuk memberantas rentenir dan pengijon.
“Saya ingat waktu itu Gubernurnya Pak Mayjen Mashudi, pada saat itu kan belum ada bank atau lembaga keuangan menjamur seperti sekarang,” ujarnya di Soreang, Senin (22/2/2021).
Menurut Abdul, modal dasar dari BKPD adalah dari Iuran Pendapatan Desa (Ipeda), dimana di setiap desa dikumpulkan dan dibentuk modal dasar yang sebelumnya itu berada di Bank Desa.
“Jadi BKPD itu dibentuk dari gabungan Bank-Bank Desa. Kayak di Ciwidey, BKPD Ciwidey itu merupakan gabungan dari Bank Desa Lebak Muncang, Bank Desa Rawabogo, Bank Desa Ciwidey, dan Bank Desa Sukawening. Pada waktu itu Alamendah dan Panundaan masih bersatu ke Desa Ciwidey. Itu dananya dari Ipeda, setelah ada SK (tahun 65) itu, baru dibentuklah BKPD,” paparnya
BKPD yang terbentuk saat itu ada sebanyak 27 sesuai dengan jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung pada saat itu. BKPD yang pertama berdiri itu adalah BKPD Banjaran pada tahun 1973, disusul BKPD Soreang dan BKPD Dayeuhkolot tahun 1975, selanjutnya diikuti oleh BKPD kecamatan-kecamatan lainnya.
“Waktu itu pembinanya Bank BRI,” ungkapnya.
Di tahun 1975, lanjut Abdul, Pemerintah Pusat melalui Departemen Keuangan melarang adanya pembentukan perbankan, sehingga daerah-daerah yang belum membentuk BKPD akhirnya membetuk Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK).
Pada dasarnya LPK operasionalnya sama dengan Bank, hanya beda nama saja. Dari segi penghitungan dana, kalau di BKPD ada tabungan dan deposito kalau di LPK disebutnya simpanan dan simpanan berjangka, sementara untuk sebutan kredit itu sama.
“Nah terkait permodalan, kalau LPK Itu modalnya ada tiga, yaitu dari pemprov, dari pemkab dan dari BPD (sekarang BJB). Sedangkan, BKPD itu modalnya murni dari daerah tingkat ll Kabupaten,” jelasnya.
Namun karena di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung sudah terbentuk BKPD, sehingga tidak ada pembentukan LPK.
Pada zaman BKPD, Abdul menyebut ada yang namanya dewan pembina di tingkat kecamatan yang diketuai oleh Camat anggotanya Polsek dan Koramil yang tugasnya membina BKPD. Di tingkat Kabupaten ada yang namanya pengawas inspektorat BKPD dibawah Bagian Ekonomi, dan di tingkat provinsi ada dewan pengawas dan pembina tingkat provinsi dibawah Biro Perekonomian.
“Pada waktu itu ditunjuk Bapak Udia Karta Purwita, mantan Bupati Ciamis. Orang ini sebagai pelopor kotak mas pada tahun 90-an, jadi itu bukan hanya di Kabupaten Bandung tapi se Jawa Barat,” katanya.
Pria yang sudah bekerja selama lebih dari 34 tahun di BPR Kerta Raharja itu bercerita, betapa gigih Udia Karta Purwita berkeliling ke setiap Kabupaten melalui Bupati untuk mengekspose dan memperkenalkan tabungan kotak mas kepada masyarakat.
Secara tekhnis, di Kabupaten Bandung sendiri, Abdul mengatakan pihaknya bekerjasama dengan tiap kecamatan untuk melakukan sosialisasi tentang tabungan kotak mas. Pada saat itu, pihak BKPD tidak memiliki anggaran untuk melakukan promosi dan sosialisasi, sehingga pihaknya harus ‘numpang’ sosialisasi pada saat pemerintah kecamatan sedang ada program yang mengumpulkan masyarakat seperti Posyandu, Pengajian Al Hidayah, Rapat Minggon Kepala Desa, dan sebagainya.
“Kalau ada rapat-rapat biasanya kami diberi waktu untuk sosialisasi kotak mas, waktu itu kita ikut sama Juru Penerangan (Jupen) dari Kecamatan, akhirnya kita simpan si kotak-kotak berukuran 7×9 cm itu di Posyandu, di Pengajian Al Hidayah, secara berkala kami membuka dan merekrut uang yang telah dikumpulkan oleh masyarakat di dalam kotak mas itu untuk dimasukan kedalam rekening mereka di BKPD,” katanya.
Jadi, pada saat itu memang prestasi luar biasa bagi BKPD, sebab masyarakat lebih mengenal BKPD dengan produk tabungan kotak masnya, bahkan hingga kalangan masyarakat terbawah.
“Sampai hari ini produk tabungan kotak mas masih ada, namun tidak lagi menggunakan sarana kotak yang disimpan di masyarakat seperti dulu,” pungkasnya. ( Lily Setiadarma ). ***AS