KUNINGAN, Kontroversinews | Para petani di Desa Linggasana, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, mengeluhkan kekeringan irigasi sawah yang sudah berlangsung hampir satu tahun. Pasokan air yang seharusnya mengaliri lahan pertanian mereka tiba-tiba terhenti, diduga akibat ulah oknum yang mengomersilkan sumber air desa.
Kondisi tersebut membuat para petani menjerit. Mereka menduga sumber air yang biasanya dimanfaatkan untuk irigasi kini dialihkan melalui pipa menuju Desa Bandorasa Wetan untuk dijual sebagai air baku ke mobil tangki. Kamis (23/10/2025), sejumlah petani mendatangi Kepala Desa Linggasana, Hj. Henny Rosdiana, S.H., S.Sos., M.Si., untuk menyampaikan keluhan mereka.
Salah satu petani mengatakan bahwa selama setahun terakhir sawah mereka kering karena air irigasi tidak lagi mengalir.
“Dulu kami setuju dibuat pipa agar air dari penampungan bisa mengalir ke irigasi. Tapi sekarang malah pipanya disambungkan langsung ke tempat lain di Bandorasa Wetan dan airnya dijual. Kami para petani jadi tidak kebagian air,” ujarnya.
Menanggapi keluhan warganya, Kades Linggasana Hj. Henny Rosdiana mengaku baru mengetahui permasalahan tersebut setelah adanya laporan dari para petani. Ia menjelaskan bahwa sumber air tersebut memang berada di tanah milik Pemerintah Daerah, namun masuk wilayah Desa Linggasana. Air yang berasal dari rembesan dan ditampung di bak penampungan itu selama ini digunakan untuk mengaliri sawah warga di Linggasana, Bandorasa Wetan, Linggarjati, Cilimus hingga Cibuntu.
“Kalau mau dikomersilkan harus dibicarakan dulu antar desa, yaitu Linggasana, Bandorasa Wetan, dan Linggarjati, supaya ada solusi yang adil bagi para petani,” ujarnya.
Salah satu warga yang merupakan karyawan H. Kosasih menambahkan bahwa aktivitas pemasangan pipa sudah berlangsung sejak tahun 2024.
“Awalnya air masih dialirkan ke irigasi, tapi sejak Agustus 2025 air dari penampungan dipasang pipa ke tempat lain dan diduga dijual,” ungkapnya.
Kasus ini memantik reaksi keras dari Ketua Barak (Barisan Rakyat Kuningan), Bang Nana Rusdiana, S.IP. Ia menilai praktik pengalihan dan penjualan air tersebut merupakan pelanggaran hukum.
“Air itu milik masyarakat dan digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk diperjualbelikan. Kalau benar ada oknum yang memanfaatkan air rakyat untuk kepentingan pribadi, itu jelas perbuatan melawan hukum,” tegasnya.
Nana mendesak Polres Kuningan untuk segera menyelidiki dugaan mafia air tersebut. Ia juga menyoroti pentingnya keterlibatan Pemerintah Daerah Kuningan dalam menyelesaikan konflik ini, mengingat sumber air berada di lahan Pemda.
“Air adalah kebutuhan vital, apalagi bagi petani. Pemerintah harus hadir untuk melindungi hak-hak mereka. Jangan sampai ulah oknum membuat petani menderita, sementara negara sedang berjuang mewujudkan swasembada pangan,” pungkasnya. ***