Kejati Jabar Usut Dugaan Korupsi Soal Ujian Madrasah Rp 16 M

oleh
Ilustrasi Korupsi. (Foto/BKA)

BANDUNG (Kontroversinews.com) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat tengah mengusut dugaan korupsi pengadaan soal ujian madrasah senilai Rp 16,6 miliar. Kejati juga mengungkap modus praktik korupsi tersebut.

“Kami melakukan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) khususnya dalam pengadaan soal-soal ujian di Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah di lingkungan wilayah Kementerian Agama Jawa Barat,” ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Jabar Riyono, Jumat (23/4/2021).

Kasus ini bermula dari adanya dana BOS untuk Madrasah tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) tahun 2018. Dari lima pos anggaran dana BOS ini, salah satunya dapat digunakan sekolah untuk pengadaan ulangan atau ujian.

Namun dalam pelaksanaannya, pos anggaran dana BOS untuk ulangan dan ujian itu bukan dilakukan oleh sekolah. Melainkan oleh Kelompok Kerja Madrasah (KKM) tingkat provinsi yang kemudian dikoordinir oleh KKM tingkat Kabupaten dan Kota.

Menurut Riyono, hal ini bertentangan dengan aturan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 451 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah pada Madrasah.

“Ini kemudian dalam praktiknya uang-uang itu dikelola oleh KKM provinsi yang tidak memiliki kewenangan untuk itu,” kata Riyono.

Riyono mengambil contoh pengadaan soal ulangan melalui dana BOS ini. Misalnya, menurut dia, satu siswa dari dana BOS untuk ulangan itu dipatok Rp 20 ribu namun kenyataannya hanya digunakan Rp 15 ribu.

“Ini contoh, bukan angka pasti ya, misalnya satu orang untuk pengadaan ujian dipatok Rp 20 ribu. Tapi kenyataannya yang diberikan ke rekanan percetakan itu hanya Rp 15 ribu. Nah yang 5.000 itu terkumpul,” tuturnya.

Sebagaimana yang telah dikutip dari Detikocm, dalam kasus ini, ada selisih anggaran yang termasuk kerugian negara. Berdasarkan audit investigasi yang dilakukan Irjen Kemenag, kata dia, kerugian ditaksir Rp 16,6 miliar. Jumlah ini terdiri dari selisih di tingkat MI sebesar Rp 6,2 miliar dan di tingkat MTs sebesar Rp 10,4 miliar.

“Ini baru tahun 2018. Kita melakukan penyidikan juga untuk tahun 2017-nya. Jadi kerugiannya (bisa jadi) lebih,” ujar Riyono.***AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *