Kab. Bandung | Kontroversinews.-DPRD hari ini sebenarnya sedang membahas masalah perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bandung (APBD Kab. Bandung), H. Yayat Hidayat, seperti pengakuannya ia sengaja absen dan bersedia menerima pendemo dari Himpunan Mahasiswa Islam Kabupaten Bandung (HMI Kab. Bandung), Senin, 24/9, meski pun sebenarnya ia harus menjadi nara sumber di Hotel Hotman di depan kementrian. Kepentingan masyarakat mrnurutnya lebih utama dan itu harus duklarifikasi agar tidak menimbulkan persepsi negarif terutama para mahasiswa.
Sebelumnya para mahasiswa menuntut agar Ketua/Wakil DPRD Kab. Bandung bisa menyelesaikan permasalahan di luar gedung. Mereka tidak mau masuk gedung dengan berbagaj alasan. Sementara Yayat dari jam 09.00 pagi sudah menunggu kedatangan mereka yang kenyataannya datang pada jam 13.00 siang. Ia hanya berharap permasalahan ini bisa terselesaikan dengan baik. Karena walau bagaimana pun mereka para mahasiswa merupakan warga Kabupaten Bandung.
Sebagai seorang intelektual (mahasiswa), ditegaskan Yayat, jangan asal bicara dan menyudutkan. Itu adalah intervensi dan bisa dikategorikan fitnah. Kecuali mempunyai bukti atau data mungkin bisa dilertimbangkan. Mengenai berbagai masalah jangan disikapi secara pihak. Sebagai solusi marilah kita bersama-sama turut aktif mengawal setiap pembangunan di Kabupaten Bandung. Untuk itu jelas diperlukan sikap bijak dalam menyoroti masalah.
Pembahasan mengenai tanah milik Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) disikapi Yayat bukan merupakan tanggung jawab Pemkab Bandung melainkan perusahaan bersangkutan. Juga mengenai Tol Soroja kewenangannya ada di pusat. Ini jelas merupakan kesalah pahaman. Untuk masalah banjir kita hanya menerima dampaknya saja dari Sungai Citarum.
Dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung (DLH Kab. Bandung),.Asep Kusumah, ketika disinggung limbah industri yang mencemari sungai Citarum sehingga mempengaruhi kualitas air dan diperkirakan 50% industri yang diindikasikan tidak memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang berdampak pada 15 juta jiwa yang ada dibantaran sungai akibat 340.000 ton limbah cair yang di buang ke Sungai Citarum, seperti yang diungkapkan Ketua Umum HMI, Asep Taufiqurohman, ia menjelaskan, permasalahan Citarum kita harus tahu letak keberadaannya dulu. Tentang Sungai Citarum di dalam pemeliharaannya yang melibatkan unsur TNI dan Polri, itu sudah ada Keppresnya jadi tidak perlu dipermasalahkan kembali. Selain itu kewenangan sungai Citarum tidak hanya merupakan tanggung jawab DLH saja. Karena semua itu bermula dari prilaku kita sendiri.
Sementara bicara masalah hilir dan hulu sungai Citarum, tambah Asep Kusumah, kita harus tahu tata letaknya dimana dan keberadaannya. Jelas selain DLH, Perhutani, Perkebunan, juga BBWS bisa dipertanyakan perannya selama ini akan keadaan sungai Citarum sekarang ini. “Inti dari permasalahan ini sebenarnya bukan tidak adanya peran aktif pemerintah melainkan bagaimana masyarakat bisa turut andil menjaga kelestariannya. Tidak perlu saling tuding dan intervensi terhadap suatu permasalahan karena apa yang terjadi saat ini kembali kepada masyarakatnya sendiri. Demikian pula dengan pemilik industri,” tutur Asep Kusumah.
Yayat sendiri mengakui tidak menerima Surat Pemberitahuan Audensi dari HMI, apa yang dilakukannya sekarang tidak lain merupakan bagian dari pelayanan terhadap masyarakat. Sebagai wakil rakyat ia berkewajiban memediasi setiap aspirasi yang muncul. Apa lagi ini mahasiswa yang merupakan generasi penerus bangsa. “Alhamdulillah, mereka bisa mengerti dan memahami permasalahan yang berkembang. Itu bukti adanya kepedulian mereka terhadap lingkungan dan masa depannya. Namun kepedulian itu tidak cukup kalau hanya mengandalkan sebatas demo. Peran aktiflah secara bersama-sama, bahu membahu, serta kegotong royongan yang akan membuahkan hasil signifikan. Dan mereka setuju untuk melakukan itu sebagai pendampingan kerja Pemkab Bandung,” pungkas Yayat. (Ki Agus N. Fattah).