Harga Gabah Turun Harga Pupuk Naik, Petani di Sumut Dilema

oleh -158 Dilihat
Ilustrasi Gabah.

MEDAN (Kontroversinews.com) – Petani di Sumut saat ini dilema dengan simpang siurnya impor beras dan kini harus merasakan turunnya harga gabah. Berdasarkan informasi dari Tumiran, petani Desa Kolam, Kecamatan Percut Seituan, Deliserdang, harga gabah basah di pasaran saat ini hanya Rp 4.300 per kilogram. Padahal pada Februari lalu, masih di level Rp 4.600.

Tentunya turun hingga Rp 300 dikeluhkan kalangan petani lantaran harga pupuk yang kian melonjak yang kini naik Rp 25 ribu menjadi Rp 300 ribu per karung.

“Harga gabah tidak sesuai sama produksi. Ini betulan anjlok sekarang sudah Rp 4.300, sekarang petani mengeluh karena kan udah harga ditekan tapi pupuk malah makin mahal. Kita udah bertahun nggak ada ngerasain pupuk subsidi,” ungkap Tumiran, Selasa (30/3/2021).

Dikatakannya, anjloknya harga gabah saat ini menyebabkan pendapatan semakin kecil sehingga dirinya harus berhemat menggunakan pupuk dan kehidupan sehari-hari.

“Udah makin kecil lah dapatnya, udah kena tekan harga gabah, ini lagi ditekan sama harga pupuk naik tapi bantuan tak ada. Udah bilang juga sama orang rumah hemat-hemat lah dulu. Ya, semoga ada dari pemerintah solusi tentang ini. Ini katanya ada impor-impor beras, haduh makin pusing lah,” ujarnya.

Saat dimintai tanggapan, Wakil Ketua Bidang Pangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumut, Alridiwirsah mengakui bahwa saat ini para petani lagi diliputi rasa khawatir.

“Banyak persoalan mereka yang saat ini memang lagi kita kaji. Jadi mereka itu mendapatkan bibit, pupuk kadang bukan dari mereka sendiri tapi terkadang pinjam dari tengkulak atau ke kilang untuk kebutuhan pertanian tapi jual sama mereka. Jadi tengkulak atau kilang yang menentukan harganya sehingga mereka para petani ini tidak berdaya,” ungkap Alridiwirsah dilansir dari Tribunsmedan.

Terkait pupuk subsidi yang seharusnya didapat dua kali dalam setahun, Alridiwirsah mengakui bahwa banyak pupuk subsidi yang tidak sampai ke petani secara langsung. Artinya penyaluran pupuk subsidi banyak tidak tepat sasaran.

“Kadang subsidi untuk petani tapi larinya bukan ke petani seperti ke kebun. Jadi pupuk subsidi jelas ada merek tertentu tapi dioplos orang itu dengan ganti karungnya ke karung pupuk biasa. Ini semua permainan lah adanya kartel,” tuturnya.

Alri juga berharap agar ada pengawasan untuk penyaluran bantuan pupuk langsung kepada petani.

“Memang harus lah ditertibkan dan kejujuran itu perlu. Aparat itu terutama. Kalau petani ya kalau ada bantuan syukur tapi kadang dipermainkan oleh aparat, terkait desa mau pun penyuluh, janganlah seperti itu,” kata Alri. ***AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *