Samosir | kontroversinews.- Forum Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan Forum Bangso Batak Indonesia, Kamis, 28 September 2017 dengan tema Revitalisasi Pancasila di Tanah Batak, Dr. Merphin Panjaitan mengemukakan bahwa Dalihan Na Tolu bagian dari penerapan Pancasila.
Dalam kekerabatan Batak, tanpa harus dijelaskan, sudah tau posisi masing-masing. Berbeda dengan sistem kepanitiaan di Amerika Serikat, misalnya, dimana harus dijelaskan dulu tugas masing-masing dalam kepanitiaan tersebut. Bagi orang Batak, baik pejabat tinggi/negara atau tukang tambal ban, masing-masing tunduk pada dalihan na tolu tanpa perintah lagi. Walaupun pangkatnya Kolonel atau petinggi lainnya, bila posisinya di pihak boru, sudah otomatis sebagai parhobas (melayani). Walaupun pekerjaan orang Batak sebagai tukang tambal ban, bila dia di posisi hula-hula, kolonel atau jenderal pun harus jadi parhobas untuk pesta si tukang tambal ban.
Itulah persaudaraan dan kebersamaan orang Batak. Mereka pada posisi masing-masing dan harus dihargai. Pembagian tugas tidak perlu diatur lagi. Jauh sebelum Indonesia merdeka peradaban gotong-royong sudah ada di Tanah Batak dan suku-suku lainnya di Nusantara. Dan dari peradaban suku-suku bangsa inilah digali Pancasila.
Pada peradaban gotong-royong ada rasa persaudaraan. Kerjasama sukarela dalam kesetaraan dan kesetiaan dalam semangat kebersamaan dan saling bantu-membantu.
Yang menarik juga, masukan dari Djalan Sihombing, bila sistem kekerabatan itu digunakan dalam manajemen pemerintahan daerah di Tanah Batak. Bupati sebagai pihak boru (parhobas-pelayan), DPRD sebagai dongan tubu bupati (partner bupati) dan masyarakat sebagai hula-hula (yang harus dilayani). Yang terjadi sekarang, bupati menganggap dirinya penguasa yang tugasnya hanya memerintah dan ingin dilayani.
Sebagai pembicara pada FGD tersebut antara lain Danny P.H Siagian, S.E., M.M. (Akademisi/Dewan Pakar FBBI),
Dr (C) Liber Simbolon, M.Kom (Akademisi). Penanggap,
Dr. Ronsen Pasaribu, MM dan DR. Merphin Panjaitan dengan moderator
Mutiara Marbun, S.H.(ps)