Kab. Bandung, Kontroversinews | Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Bandung secara tegas menolak Keputusan Gubernur Jawa Barat yang dinilai merugikan sekolah swasta dan mencederai dunia pendidikan.
Penolakan ini merujuk pada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025, tertanggal 26 Juni 2025, yang berisi Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah ke jenjang pendidikan menengah di Provinsi Jawa Barat.
Dalam lampiran keputusan tersebut, pada bagian (F) nomor (4) poin (c), disebutkan:
“Calon murid ditempatkan pada satuan pendidikan sebanyak-banyaknya 50 murid, disesuaikan dengan hasil analisis data luas ruang kelas yang akan digunakan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.”
BMPS Kabupaten Bandung, yang menaungi 129 SMK swasta, 101 SMA swasta, dan 400 yayasan penyelenggara pendidikan, menilai keputusan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek).
Sikap Tegas BMPS Kabupaten Bandung
Pada Rabu (2/7/2025), Ketua BMPS Kabupaten Bandung, Hj. Atty Rosmiati, S.E., dalam keterangannya kepada wartawan, menyampaikan bahwa keputusan Gubernur Jawa Barat tersebut dinilai tidak memperhatikan aturan yang berlaku dan merugikan sekolah swasta secara sistemik.
“Keputusan ini sangat ugal-ugalan, tidak menghormati undang-undang, dan berpotensi mematikan eksistensi sekolah swasta,” tegas Atty.
Ia juga mengkritisi pembentukan Tim Pelaksana Pencegahan Anak Putus Sekolah (PPAS) oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Menurutnya, pembentukan tim tersebut sarat diskriminasi dan tidak transparan, serta bertentangan dengan Permendikbudristek Nomor 3 Tahun 2025.
“SPMB (Seleksi Penerimaan Murid Baru) seharusnya dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, berkeadilan, dan tanpa diskriminasi,” ujarnya.
Sekolah Swasta, Pilar Pendidikan Bangsa
Atty menekankan bahwa sekolah swasta telah lama menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Ia mempertanyakan apakah pemerintah mampu menyediakan layanan pendidikan yang merata tanpa peran serta masyarakat.
“Faktanya, sekolah swasta telah banyak membantu negara dalam menyediakan pendidikan berkualitas,” ungkapnya.
Sebagai Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Karya Pembangunan (YPPKP), Atty juga berharap agar seluruh pemangku kepentingan pendidikan di Jawa Barat lebih memperhatikan keberlangsungan satuan pendidikan swasta sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kekhawatiran atas Penambahan Kuota Siswa Negeri
Atty juga menyoroti penambahan kuota siswa di sekolah negeri, dari sebelumnya 36 siswa per rombongan belajar (rombel) menjadi 50 siswa. Ia menduga kebijakan ini bertujuan menutupi ketidaktransparanan dalam proses SPMB.
“Kebijakan ini justru melanggar aturan dan berpotensi menciptakan ketimpangan,” jelasnya.
SMA Terbuka Sebagai Alternatif
Sebagai solusi terhadap persoalan anak putus sekolah, Atty menyarankan optimalisasi program Sekolah Menengah Atas Terbuka (SMATER), yang sudah tersedia di Jawa Barat. Program ini mengakomodasi siswa dengan keterbatasan geografis, sosial, ekonomi, atau waktu.
“Kalau memang niat menyelamatkan anak putus sekolah, kenapa tidak maksimalkan saja SMA Terbuka yang sudah ada?” katanya.
SMATER merupakan program pendidikan menengah berbasis jarak jauh dan mandiri, dengan kurikulum dan ijazah yang setara dengan sekolah reguler. Saat ini, terdapat 151 sekolah induk di Jawa Barat yang melayani SMA Terbuka.
Surat Keberatan Resmi ke Kementerian
Sebagai langkah nyata, BMPS Kabupaten Bandung telah mengirimkan surat keberatan resmi kepada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia pada 30 Juni 2025. Surat tersebut memuat permintaan agar pemerintah pusat mengevaluasi dan mencabut kebijakan daerah yang dinilai tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan berpotensi mematikan keberlangsungan pendidikan swasta.
“Kami menolak dengan tegas kebijakan ini demi menyelamatkan masa depan pendidikan dan keberlangsungan sekolah swasta,” tutup Atty Rosmiati. ***