Bagaimana Nasabah BRI Setelah Angkat Kaki dari Aceh

oleh
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) alias BRI. (Istimewa)

ACEH (Kontroversinews.com) – Manajemen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) alias BRI akan menutup seluruh operasionalnya di wilayah Nangroe Aceh Darussalam (NAD).

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunnews, penutupan operasional perbankan pelat merah ini dalam rangka menindaklanjuti penerapan Qanun Lembaga Keuangan Syariah Nomor 11 tahun 2018.

Bagaimana dengan nasib nasabah yang ditinggalkan?

Corporate Secretary BRI, Aestika Oryza Gunarto mengatakan, pihaknya mendukung penuh kebijakan pemerintah daerah terkait penerapan Qanun Lembaga Keuangan Syariah Nomor 11/2018.

“Sebagai implementasinya kami secara bertahap telah mengalihkan portofolio simpanan dan pinjaman serta operasional layanan kepada BRIsyariah selama periode Juli 2019 hingga Desember 2020,” jelas Aestika, Rabu (12/4/2021).

“Saat ini sendiri BRIsyariah telah melakukan merger dan menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI),” tambahnya.

Sehingga saat ini seluruh Kantor dan E-channel BRI telah dialihkan kepada Bank Syariah Indonesia.

Jumlah SDM yang sudah diserap untuk menjalankan kantor BSI tersebut di atas adalah sekitar 69 persen termasuk yang ditempatkan di Regional Office dan Branch.

Sementara 31 persen SDM lainnya tetap bekerja di BRI di luar Aceh dan di Kantor Fungsional Aceh.

“BRI mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh masyarakat Aceh yang telah mendukung keberadaan BRI selama ini dalam menjalankan berbagai program kaitannya dengan pemberdayaan UMKM dan agent of development,” pungkas Aestika.

Seperti dilansir Kompas.com, dalam Pasal 2 Qanun tersebut menjelaskan, setiap lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menerapkan prinsip syariah.

Sementara 31 persen SDM lainnya tetap bekerja di BRI di luar Aceh dan di Kantor Fungsional Aceh.

“BRI mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh masyarakat Aceh yang telah mendukung keberadaan BRI selama ini dalam menjalankan berbagai program kaitannya dengan pemberdayaan UMKM dan agent of development,” pungkas Aestika.

Seperti dilansir Kompas.com, dalam Pasal 2 Qanun tersebut menjelaskan, setiap lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib menerapkan prinsip syariah.***AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *