Kab. Bandung | Kontroversinews.-Pada dasarnya pengembangan wilayah, kata Karyono, BAE., Kamis, 26/7, ketika dimintai keterangannya seputar penerapan Tata Ruang di Wilayah Kabupaten Bandung, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan. Secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Sebagai acuan, lanjut Karyono, tercantum di Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang, yang menyebutkan “Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.” Dilanjutkan dengan Pasal 1 angka 2 menyebutkan “Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang”.
Karena penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan penataan ruang. Konsep dasar hukum penataan ruang terdapat dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 aliniea ke-4, yang menyatakan “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia”. Selanjutnya, dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Ketentuan tersebut memberikan “hak penguasaan kepada Negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada Negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.” Kalimat tersebut mengandung makna, Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna terlaksananya kesejahteraan yang dikehendaki. Untuk dapat mewujudkan tujuan Negara tersebut, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti Negara harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya tujuan tersebut dengan suatu perencanaan yang cermat dan terarah.
Bila kemudian terjadi pelanggaran terhadap Tata Ruang dalam pengembangan wilayah termasuk kelengkapan dokumentasi yag tidak dilakukan, institusi mana yang sebenarnya berwenang untuk melakukan tindakan pencegahan. “Lalu bagaimana dengan Konsultan ahli yang mempunyai tugas untuk mengawasi dan mengendalikan setiap penyelenggaraan pembangunan selama ini. Kenyataan ini semestinya menjadi pemikiran bagi pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Bandung agar bisa menurunkan konsultan yang mengerti akan tugas dan kewajibannya. Sebab kelalaian itu akan mengakibatkan kerusakan alam dan lingkungan.Begitu juga dengan pemberian ijin supaya dlakukan pengkajian terlebih dahulu melalui survey wilayah,” tegas Karyono.
Karyono menambahkan, kita tidak mungkin memprediksikan secara sepihak dengan membebankan kesalahan. Semuanya ada keterkaitan scara hakiki. Baik itu dari aspek proses pemberian ijin, penyelenggaraan pembangunan yang dilakukan, dan testur serta karakteristik wilayah. Mungkin tingkat kesadaran dan ketidak mengertian atau bisa saja ketidak pahaman mereka tentang Hukum Tata Ruang sehingga mengakibatkan berbagai kelalaian. Semestinya Ruang harus dimanfaatkan secara arif dan efisien, sehingga memungkinkan pemanfaatan sumber daya alam yang terkandung di dalamnnya dapat secara optimal dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat.. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat penerobosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang. Diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan. “Untuk menjaga kelangsungannya, maka ruang perlu ditata dan dikendalikan serta direncanakan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi mahluk hidup di atasnya untuk jangka panjang dan berkelanjutan,” tutur Karyono.
Di kesempatan yang sama, Asri S., Kasi Kajian Dampak Lingkungan (KDL) di Bidang Penataan Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung (DLH Kab. Bandung), mengatakan, sangat penting dalam menambahkan atau mensertakan aliran ide, aliran informasi, dan aliran dari difusi informasi; teori pembangunan infrastruktur dari Sutami, teori ini mengungkapkan manfaat pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah sehingga perkembangan wilayah tergantung pada sumber daya alam yang terdapat di daerah tersebut. Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diuji terapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjaadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.
Diakui Asri, semestinya pengembangan wilayah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan. Secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Asri menerangkan, dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka dilaksanakan penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga) rangkaian proses utama yang saling berkaitan satu dengan lainnya sesuai Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang, yakni:
Proses perencanaan tata ruang merupakan suatu proses untuk menentukan struktur dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang, yang menghasilkan rencana wilayah (RTRW). Disamping itu RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar manusia atau mahluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan bersama melalui kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development sustainability).
Sebab proses pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana ruang atau pelaksanaan itu sendiri. Juga proses pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya. Pembangunan wilayah bukan sekedar upaya untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral atau daerah yang bersifat parsial, namun untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistic perlu mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang, didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya. Di samping itu, pengembangan wilayah dilakukan sebagai langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan wilayah. “Sehingga dalam hal ini, pengembangan wilayah dilakukan dalam paying “penataan ruang” untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat (city as engine of economic growth) yang berkeadilan sosial (social justice) dalam lingkungan hidup yang lestari (environmentaly sound) dan berkesinambungan (sustainability sound),” kata Asri.
Salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut hukum Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata ruang, Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.Dan Menentukan serta mengatur hubungan-hubungan hukum antara masyarakat dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Asri menjelaskan, ketidak tahuan masyarakat akan Tata Ruang bisa mempengaruhi kondisi alam dan ilingkungan disekitarnya. Maka perlu dilakukan upaya melalui sosialisasi di setiap wilayah. Ia beserta yang lainnya akan merasa senang bila ada sekelompok masyarakat yang mengundangnya untuk melakukan sosialisasi Tata Ruang. Dengan demikian diharapkan tumbuh kesadaran kepada mereka untuk menjaga dan melestarikan lingkungannya. (Ki Agus N. Fattah).