RANCABALI | Kontroversinews – Bisnis stroberi di Bandung Selatan, Kabupaten Bandung sempat menggeliat dan mendongkrak perekonomian masyarakat pada tahun 2000an. Bahkan saat itu, di wilayah Rancabali dikenal sebagai sentra buah stroberi.
Namun seiring waktu, bisnis stroberi perlahan meredup bahkan sebagian petani memilih kembali menanam palawija atau menanam produk yang lain. Salah satu penyebabnya, virus yang menyerang stroberi sejak 2012 membuat buah stroberi cepat mati kurun waktu enam bulan.
Padahal, sebelumnya stroberi bisa bertahan tiga tahun. Kondisi tersebut menyebabkan kerugian di kalangan petani. “Di Alamendah, buah stroberi terserang virus sejak 2012. Dampaknya langsung mati muda,” ujar H. Awan Rukmawan, salah seorang petani saat ditemui Kontroversinews.com belum lama ini.

Ia mengungkapkan, hingga saat ini virus yang menyerang buah stroberi belum diketahui jenisnya. Namun, virus tersebut menyerang pucuk buah dan langsung ke akar. Hal tersebut membuat produksi stroberi khususnya di Desa Alamendah menurun drastis.
“Sehari disini bisa panen 8 sampai 10 ton perhari dari tahun 2005 sampai 2010. Kalau sekarang sehari paling banter 500 kilogram,” katanya.
Dirinya mengaku sempat mengelola 20 ribu polibag buah stroberi seluas 2 hektar. Namun karena terkena virus mengalami kerugian pada 2013 lalu senilai Rp 300 juta. Akibatnya, ia mengaku tidak terlalu banyak budidaya stroberi dan terbatas hanya sedikit.
“Virusnya nyerang serat tanaman. Biasa nyerang ke akar ini ke pucuk,” ungkapnya. Menurutnya, jika periode 2000 hingga 2010 lahan stroberi bisa mencapai 200 hektar. Maka saat ini menyusut drastis menjadi 30 hektar.
“Akhirnya petani tidak menanam stroberi dan lebih menanam sayuran. Sebagian yang masih menanam stroberi bertahan seadanya,” katanya.
Dirinya pun saat ini selain menanam buah stroberi secara terbatas juga membudidayakan Jeruk Dekopon asal Jepang dilahan miliknya. Keberadaannya turut menunjang perekonomiannya dan masyarakat sekitar. (Lily Setiadarma)