Kemiskinan Indonesia: Mengapa Angka BPS dan Bank Dunia berbeda?

- Pewarta

Jumat, 14 Maret 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta (Kontroversinews) – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan Indonesia sudah mencapai 8,57 persen pada September 2024, dan merupakan level terendah sepanjang sejarah kemiskinan Indonesia.

Meskipun rilis angka tersebut sudah dilakukan beberapa waktu lalu, perdebatan garis kemiskinan yang dianggap terlalu rendah dan tidak menggambarkan realita di lapangan masih ramai dibicarakan.

Apalagi, menurut data Bank Dunia, jika Indonesia menggunakan standar kemiskinan upper-middle income country yaitu 6,85 dolar AS purchasing power parities (PPP) per orang per hari, persentase penduduk miskin Indonesia masih sebanyak 61,8 persen pada tahun 2023, atau diperkirakan sekitar 60 persen pada tahun 2024.

Perbedaan yang sangat signifikan antara data rilis BPS dan Bank Dunia tersebut banyak mengundang tanya. Seperti apa sebenarnya metode yang digunakan oleh BPS dan Bank Dunia dalam mengukur kemiskinan? Bagaimana cara memaknai kedua angka tersebut?

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

BPS menghitung garis kemiskinan sebagai representasi dari jumlah rupiah minimum yang harus dikeluarkan oleh seorang individu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya agar tidak dikategorikan miskin.

Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditas dasar makanan yang riil dikonsumsi oleh penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari.

Sementara GKNM merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditas non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Penghitungan garis kemiskinan ini dilakukan secara terpisah untuk masing-masing provinsi daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Sementara itu, Bank Dunia menghitung garis kemiskinan dengan menggunakan estimasi konsumsi yang dikonversi ke dalam US$ PPP, bukan nilai tukar US$ resmi. Angka konversi ini (PPP) mengukur banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa di suatu negara dibandingkan dengan banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli barang dan jasa yang sama di negara referensi, Amerika Serikat.

Dalam menghitung garis kemiskinan, Bank Dunia menggunakan pendekatan harmonized poverty line. Dengan pendekatan ini, Bank Dunia terlebih dahulu mencocokkan tingkat kemiskinan nasional tahun 2017 (atau tahun terdekat) dengan distribusi konsumsi/penghasilan yang dimiliki Bank Dunia dalam satuan PPP per kapita.

Proses ini akan menghasilkan garis kemiskinan nasional yang sudah terstandar PPP untuk setiap negara. Selanjutnya, Bank Dunia menghitung nilai median garis kemiskinan nasional dari 37 negara upper-middle income terpilih. Median inilah yang digunakan sebagai garis kemiskinan global.

Dari sini terlihat bahwa BPS menghitung garis kemiskinan nasional menggunakan pengeluaran konsumsi riil masyarakat sementara Bank Dunia menghitung garis kemiskinan global untuk kepentingan perbandingan antarnegara. Hal ini bersesuaian dengan statement yang dituliskan oleh Bank Dunia bahwa garis kemiskinan nasional di suatu negara bersifat unik dan menjadi tanggung jawab National Statistics Office negara itu sendiri.

Garis kemiskinan nasional dapat berbeda untuk daerah perkotaan dan perdesaan atau berbeda antarwilayah geografis, yang dipengaruhi oleh perbedaan biaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Garis ini mencerminkan persepsi lokal tentang apa yang dianggap sebagai kebutuhan untuk tidak dikategorikan miskin.

Untuk itu, ukuran ini lebih tepat digunakan sebagai dasar penentuan strategi pengentasan kemiskinan nasional dan evaluasi program tetapi tidak dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara. Alasan inilah yang memprakarsai Bank Dunia untuk menghitung garis kemiskinan global.

Anggapan bahwa garis kemiskinan Indonesia sudah kurang relevan dengan kondisi saat ini, dapat dimaklumi. Hal ini dikarenakan metode penghitungan kemiskinan yang dilakukan BPS dinilai sudah terlalu lama tanpa adanya penyesuaian. Padahal, pola konsumsi masyarakat sudah banyak berubah sejak tahun 1998, baik pada komponen makanan seperti konsumsi makanan jadi maupun bukan makanan seperti biaya internet.

Namun demikian, rencana pemutakhiran metode penghitungan kemiskinan di BPS sebenarnya sudah ada sejak tahun 2020. Upaya penyempurnaan metode ini dilakukan dengan melibatkan banyak pakar dari Bappenas, Forum Masyarakat Statistik (FMS), Bank Dunia, dan lainnya.

Akan tetapi, karena kompleksnya pola konsumsi masyarakat Indonesia dan keterbatasan data yang tersedia, proses penyempurnaan metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama dari perkiraan. Pemerintah harus sangat berhati-hati dalam memutuskan karena metode ini akan dipakai dalam jangka waktu yang lama, setidaknya sepuluh tahun ke depan. Selain itu, penyempurnaan metode kemiskinan juga pastinya akan berimplikasi pada tingkat kemiskinan yang ada saat ini.

Seperti yang pernah dilakukan oleh Malaysia misalnya, pada tahun 2020, Malaysia melakukan revisi terhadap garis kemiskinan nasionalnya dari RM980 (metode 2005) menjadi RM2.280. Dengan garis kemiskinan terbaru ini, jumlah penduduk miskin di Malaysia pada tahun 2019 bertambah sebanyak lebih dari 400 ribu penduduk.

Revisi terhadap garis kemiskinan tersebut dilakukan pada tiga aspek, pertama perubahan konsep garis kemiskinan yang tadinya “minimum” menjadi “optimum minimum”. Hal ini dilakukan untuk menghitung peningkatan kualitas pada basket komoditas makanan yang didasarkan pada Food Pyramid 2020 dan Malaysian Diet Guide 2020 agar sejalan dengan aktivitas fisik sehari-hari dan gaya hidup sehat. Misalnya susu kental manis diganti dengan susu bubuk yang lebih sehat.

Kedua, adanya penambahan 40 jenis komoditas pada basket bukan makanan, dari 106 jenis komoditas menjadi 146 jenis. Hal ini dilakukan karena kebutuhan 20 persen rumah tangga terbawah akan komoditas bukan makanan teridentifikasi meningkat. Terakhir, adanya perubahan pola belanja rumah tangga serta harga barang dan jasa terkini dibandingkan tahun 2005.

Perbedaan metode penghitungan garis kemiskinan antara BPS dan Bank Dunia menunjukkan bahwa angka kemiskinan tidak bisa ditafsirkan secara tunggal, melainkan harus dipahami dalam konteks masing-masing pendekatan.

Meskipun revisi terhadap metode penghitungan kemiskinan di Indonesia memerlukan waktu dan kehati-hatian, penting bagi pemerintah untuk terus menyesuaikannya dengan kondisi sosial ekonomi yang berkembang.

Dengan demikian, angka kemiskinan yang dihasilkan dapat lebih mencerminkan realitas di lapangan dan menjadi dasar kebijakan yang lebih efektif dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. **ANT

Berita Terkait

NTB Tata Ulang Gili Trawangan Jadi Wisata Berkelanjutan
Kemenhan RI Tingkatkan Standar Pendidikan di Rindam XII/Tanjungpura
Ketua LN-PKRI dan RI Apresiasi Keberanian Prabowo dalam Memberantas Korupsi
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal Siap Atasi Banjir Kabupaten Bandung
Tingginya Korupsi di Indonesia Membuat Geram Sultan Sepuh Kesultanan Cirebon.”Jika Begini Keadaannya Menyesal Bergabung dengan Indonesia”
Raden Muhammad Yahya Jaya, Pangbes Laskar Adat Kuda Putih Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon Kembali Menggelar Haul Mbah Jamsari Pondok Pari
Sinergi Kesultanan Cirebon Dan Pemerintah Menuju Indonesia Emas 2045
Ketum KPK Jabar Bahas Masalah Serius dengan KPK RI

Berita Terkait

Jumat, 14 Maret 2025 - 16:26

Kemiskinan Indonesia: Mengapa Angka BPS dan Bank Dunia berbeda?

Jumat, 14 Maret 2025 - 16:23

Kemenhan RI Tingkatkan Standar Pendidikan di Rindam XII/Tanjungpura

Rabu, 12 Maret 2025 - 01:28

Ketua LN-PKRI dan RI Apresiasi Keberanian Prabowo dalam Memberantas Korupsi

Selasa, 11 Maret 2025 - 13:51

Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal Siap Atasi Banjir Kabupaten Bandung

Minggu, 2 Maret 2025 - 13:15

Tingginya Korupsi di Indonesia Membuat Geram Sultan Sepuh Kesultanan Cirebon.”Jika Begini Keadaannya Menyesal Bergabung dengan Indonesia”

Berita Terbaru

HUKUM

Apa itu Pelanggaran HAM Berat? Kenali 15 Bentuknya

Jumat, 14 Mar 2025 - 17:37