BANDUNG, Kontroversinews | Bandung Selatan, salah satu destinasi favorit wisatawan di Jawa Barat, kini menghadapi penurunan kunjungan yang sangat tajam. Momentum libur sekolah yang biasanya mendongkrak angka kunjungan justru tidak memberikan hasil optimal. Tren penurunan ini dirasakan hampir di seluruh titik wisata di kawasan Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung.
Sejumlah objek wisata populer seperti eMTe Highland Resort dan Pemandian Air Panas Walini melaporkan anjloknya jumlah pengunjung hingga 40–50 persen dibandingkan periode libur sekolah tahun lalu. Para pengelola menyatakan kekhawatirannya, karena kondisi ini berdampak langsung terhadap kelangsungan usaha.
Pemilik eMTe Highland Resort, H. eMTe, menyebut kebijakan larangan kegiatan wisata dari sekolah maupun instansi perkantoran menjadi salah satu penyebab utama penurunan ini.
“Tingkat kunjungan menurun drastis, hampir 50 persen. Liburan sekolah tahun ini tidak seramai tahun lalu,” tegasnya.
Meski tidak menolak kebijakan tersebut, ia berharap ada evaluasi dan pertimbangan dari pemerintah agar sektor pariwisata tetap bisa bergerak.
“Kami tidak menyalahkan kebijakan, tapi perlu ada kelonggaran agar kunjungan bisa kembali normal,” ujarnya.
Dampak Kebijakan dan Distribusi Libur
Camat Rancabali, H. Kankan Taufik Barnawan, S.IP., membenarkan adanya tren penurunan tersebut. Ia menilai, selain faktor kebijakan, terlalu banyaknya hari libur dalam kalender nasional turut memengaruhi distribusi kunjungan.
“Masyarakat cenderung membagi waktu libur ke berbagai tempat. Ini membuat kunjungan ke satu titik menjadi tidak padat,” jelasnya.
Menariknya, meski jumlah pengunjung menurun, pendapatan pajak dari sektor pariwisata justru meningkat. Data menunjukkan kenaikan signifikan dari Rp355 juta menjadi Rp1,1 miliar dalam satu bulan. Kenaikan ini dipicu meningkatnya kesadaran pelaku usaha dalam membayar pajak, salah satunya berkat keberadaan Satgas Pajak.
“Satgas pajak cukup efektif. Mereka memotivasi pelaku usaha untuk tertib pajak,” kata Camat Kankan.
Ia juga mencatat rendahnya kontribusi pajak dari sektor kuliner dibanding hiburan. Artinya, wisatawan belum banyak yang makan di sekitar tempat wisata.
“Ini menjadi tantangan sekaligus peluang. Kita perlu kembangkan kuliner khas Rancabali agar wisatawan tertarik makan di sini,” tambahnya.
Persaingan dan Inovasi Daya Tarik
Kondisi serupa juga terjadi di Pemandian Air Panas Ciwalini. Humas pengelola, Utep Risa, menyebutkan bahwa dibandingkan tahun lalu, jumlah wisatawan turun antara 30–40 persen.
“Kunjungan hari biasa memang sedikit meningkat, sekitar 5–10 persen. Tapi saat libur sekolah justru merosot,” ujarnya.
Menurutnya, berkembangnya destinasi wisata baru di kawasan Pangalengan turut membagi aliran pengunjung. Karena itu, destinasi lama harus terus berinovasi agar tetap kompetitif.
Sebagai respons, Ciwalini menghadirkan wahana ATV menyusuri kebun teh sejauh 8–9 kilometer, dengan tarif Rp300.000 untuk dua orang. Harga tiket masuk ke kawasan ini juga masih terjangkau, yakni Rp40.000 per orang (usia 4 tahun ke atas).
“Kami terus berupaya menghadirkan pengalaman baru yang berkesan dan ramah kantong,” tambahnya.
Sementara itu, petugas wahana Bebek Goes, Heriansyah, mengatakan bahwa tren kunjungan kini tidak menentu. Bila sebelumnya pengunjung memadati lokasi pada akhir pekan, kini penyebarannya tidak menentu sepanjang minggu.
“Hari biasa pun ada pengunjung, tapi jumlahnya tidak stabil. Kadang ramai, kadang sepi,” tuturnya.
Harapan dan Kolaborasi ke Depan
Meski tren kunjungan menurun, pengalaman wisata tetap memuaskan bagi sebagian pengunjung. Seorang wisatawan asal Batujajar, Ny. Yanti, mengaku senang menikmati pemandian air panas dan wahana bebek goes sambil menikmati panorama danau dan gunung.
“Tempat ini sangat cocok untuk liburan. Pemandangannya indah, udaranya sejuk, dan fasilitas cukup lengkap,” katanya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata tidak bisa berdiri sendiri. Sinergi antara pengelola destinasi, pemerintah, dan pelaku usaha menjadi kunci dalam menciptakan pengalaman wisata yang menarik dan berkelanjutan.
Inovasi layanan, penyediaan fasilitas pendukung seperti tempat parkir, serta promosi yang lebih efektif perlu segera dilakukan. Di sisi lain, pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan yang memengaruhi aktivitas wisata.
Jika semua pihak bersatu dan berkolaborasi, maka pariwisata Bandung Selatan bukan hanya bisa pulih, tetapi juga tumbuh menjadi destinasi unggulan dengan daya saing yang kuat. ***