MICHIGAN (Kontroversinews.com) – Ahmad Chebli, pria muslim berusia 32 tahun dari Michigan mengajukan tuntutan hukum resmi kepada pemerintah Amerika Serikat. Dia menuntut karena secara semena-mena dimasukkan ke dalam daftar penumpang yang dilarang terbang.
Chebli dimasukkan ke dalam daftar itu setelah menolak jadi informan untuk FBI. Peristiwa ini terjadi di tahun 2018 silam. Dikumpulkan detikTravel dari beberapa sumber, Rabu (7/4/2021), ceritanya saat itu Chebli didekati oleh agen FBI.
Dia diminta untuk membantu mereka. Tugas Chebli adalah mengidentifikasi dan melacak orang-orang di komunitasnya yang berniat untuk berbuat onar di Amerika Serikat.
FBI meminta Chebli jadi informan karena dia merupakan keturunan Lebanon dan tentu saja menguasai bahasa Arab. Tapi Chebli menolak. Akibatnya, nama Chebli pun dimasukkan ke dalam database penumpang yang dilarang terbang karena dianggap sebagai ancaman keamanan bagi AS.
Selain itu, ketika Chebli menolak, para agen FBI menuduhnya berafiliasi dengan Hizbullah, sebuah partai politik di Lebanon yang dianggap pemerintah AS sebagai organisasi teroris. Dia juga menyebut agen FBI akan menyelidiki dan mengawasi dirinya, teman dan juga keluarganya.
“Sulit untuk sepenuhnya menggambarkan kekacauan batin saya setelah pertemuan itu. Sebagai seorang Muslim di Amerika, saya tahu dari pengalaman, bahwa pemerintah kita terlalu sering memandang kita dengan kecurigaan diskriminatif. Namun berbeda ketika agen FBI duduk di seberang Anda, dengan semua kekuatan pemerintah di belakang mereka, menuduh Anda melakukan hal-hal yang tidak pernah akan Anda lakukan. Saya takut. Saya sangat takut akan keselamatan keluarga saya,” curhat Chebli dalam blog pribadinya.
Para agen FBI selanjutnya menegaskan bahwa penolakan Chebli dapat berdampak negatif bagi permohonan imigrasi istrinya yang tertunda. FBI diduga memberi Chebli dua pilihan: bekerja untuk mereka atau pergi meninggalkan negara Paman Sam.
“Agen FBI mengancam saya dan keluarga saya, menekan saya untuk bekerja sebagai informan di komunitas saya. Ini menakutkan dan salah,” kata Chebli lagi.
Dilansir dari detkcom, Hina Shamsi, Direktur Proyek Keamanan Nasional ACLU mengatakan Daftar larangan terbang secara tidak adil dapat menstigmatisasi orang sebagai tersangka terorisme.
“Kisah Ahmad dan apa yang terjadi padanya menunjukkan bagaimana pemerintah AS menggunakan daftar larangan terbang secara sewenang-wenang, terutama terhadap umat Islam yang melanggar proses hukum. Dalam kasus Ahmad Chebli, juga melanggar Amandemen Pertama dan hak kebebasan beragama,” pungkas Shamsi.***AS